1
Motivasi Muslim Lifestyle Tips

Ingin Mencetak Pemuda Generasi Emas yang Luar Biasa? Ingatlah Hal-Hal Berikut (Part 1)

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr
Advertisements
webinar umroh.com

Tidak bisa dipungkiri lagi jika seorang remaja merupakan generasi yang menjadi penerus bagi generasi sebelumnya. Karena itulah, ada sebuah ungkapan dalam bahasa Arab yang berbunyi, “Syubanu al-yaum rijalu al-ghaddi” [pemuda hari ini adalah tokoh pada masa yang akan datang]. Karena itu, Islam juga memberikan perhatian yang besar kepada mereka, bahkan diberikan sejak dini. Di masa lalu, banyak lahir pemuda-pemuda hebat, hal ini disebabkan karena generasi sebelumnya adalah orang-orang hebat. Karena itulah, Islam juga memberikan perhatian besar pada generasi muda ini.

*Pendidikan Usia Dini
Nabi SAW mengajarkan, “Muru auladakum bi as-shalati wa hum abna’ sab’in.” [Ajarkanlah kepada anak-anakmu shalat, ketika mereka berusia tujuh tahun]. Hadits ini sebenarnya tidak hanya menitahkan shalat, tetapi juga hukum syara’ yang lain. Karena shalat sendiri merupakan suatu hukum yang paling menonjol, sehingga hukum inilah yang disebutkan. Selain itu, titah ini tidak berarti anak-anak kaum Muslim baru diajari shalat dan hukum syara’ yang lain ketika berusia tujuh tahun.

Di masa lalu, keluarga kaum Muslim juga menjadi madrasah pertama bagi putra-putrinya. Karena itulah, sejak sebelum lahir dan saat balita, para orang tua mereka telah membiasakan putra-putrinya yang masih kecil untuk dapat menghafal Alquran dengan cara memperdengarkan bacaannya secara terus menerus. Rutinitas itu membuat mereka bisa hafal Alquran sebelum usia enam atau tujuh tahun. Di usia emas [golden age] seperti ini, anak-anak bisa dibentuk menjadi apapun, tergantung orang tuanya.

Setelah mereka bisa menghafal Alquran di usia enam atau tujuh tahun, mereka pun mulai dapat menghafalkan kitab-kitab hadits. Saat usia mereka menginjak sepuluh tahun, mereka pun bisa menguasai Alquran, hadits, juga kitab-kitab bahasa Arab yang berat, sekelas Alfiyah Ibn Malik. Karena itu, di era khilafah bermunculan pemuda yang sudah mampu memberikan fatwa. Iyash bin Mu’awiyah, Muhammad bin Idris as-Syafii, misalnya, sudah bisa memberikan fatwa saat usianya belum genap 15 tahun.

Selain penguasaan knowledge yang begitu luar biasa, mereka juga dibiasakan oleh orang tua-orang tua mereka untuk dapat mengerjakan shalat, berpuasa, berzakat, infaq hingga berjihad. Sosok Abdullah bin Zubair, misalnya, yang dikenal sebagai ksatria pemberani tidak lepas dari didikan orang tuanya, Zubair bin al-Awwam dan Asma’ binti Abu Bakar. Abdullah bin Zubair sudah diajak berperang oleh ayahnya saat usianya masih 8 tahun. Dia dibonceng di belakang ayahnya di atas kuda yang sama.

*Kehidupan yang Bersih
Dengan bekal ilmu dan pembentukan mental yang sehat dan kuat, ditopang dengan pembentukan sikap dan nafsiyah yang mantap, kehidupan pemuda di era khilafah jauh dari hura-hura, dugem dan kehidupan hedonistik lainnya. Mereka tidak mengonsumsi miras, atau narkoba, baik sebagai dopping, pelarian atau sejenisnya. Karena ketika mereka mempunyai masalah, keyakinan mereka kepada Allah, qadha’ dan qadar, rizki, ajal, termasuk tawakal begitu luar biasa. Masalah apapun yang mereka hadapi bisa mereka pecahkan. Mereka pun jauh dari stres, apalagi menjamah miras dan narkoba untuk melarikan diri dari masalah.