.
Apalagi kita nanti sudah menikah terlebih sudah memiliki anak, kita dituntut untuk bisa mengerti karakter suami. Dan harus kita tahu tidak selamanya karakter dari pasangan itu menyenangkan. Ada pula terkadang beberapa karakter dari mereka yang tidak kita senangi. Salah satu karakter yang tidak disenangi dari pasangan adalah sifat pemarah. Nah apabila seperti itu yang terjadi, maka hal terbaik yang harus diupayakan adalah bersabar, sambil terus berusaha menghindarkan diri dari amarah pasangan, dan mendidik pasangan untuk mengontrol amarahnya dan menyalurkan amarahnya secara syar’i jika ternyata muncul.
.
Rasulullah adalah teladan terbaik dalam menghadapi kemarahan pasangan (suami/istri), karena beliaulah yang terbaik dalam memperlakukan keluarganya.
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap isterinya, dan aku adalah orang yang paling baik terhadap isteriku.” (HR. Tirmidzi).
.
1. Tidak Balik Memarahi
Imam al-Bukhari meriwayatkannya bahwa suatu ketika Nabi saw berada di tempat salah satu isterinya. Lalu salah seorang Ummahatul Mukminin mengirimkan hidangan berisi makanan lewat pembantunya. Maka isteri Nabi yang beliau saat itu sedang berada dirumahnya memukul tangan pembantu tersebut hingga piring yang berisi makanan jatuh dan terbelah, maka beliau pun segera mengumpulkan makanan yang tercecer ke dalam piring tersebut yang telah disatukan beliau, lalu beliau bersabda:
غَارَتْ أُمُّكُمْ
“Ibu kalian sedang terbakar cemburu.”
.
Kemudian beliau menahan sang pembantu tersebut hingga didatangkan piring yang berasal dari rumah isteri yang beliau pergunakan untuk bermukim. Lalu beliau menyerahkan piring yang bagus kepada isteri yang piringnya pecah, dan membiarkan piring yang pecah di rumah isteri yang telah memecahkannya.[3]
.
Dalam riwayat lain Rasulullah mengajak untuk memakan makanan yang tekah terjatuh tersebut. Beliau tidak balik memarahi istri tersebut, juga tidak merasa khawatir disebut sebagai suami yang tidak mampu mendidik istrinya, atau disebut suami takut istri. Imam al Harawi menyatakan:
“ini menunjukkan kesempurnaan sifat hilm (lemah lembut) dan ketawadhu’an beliau, juga bagusnya pergaulan beliau terhadap kelarganya, dan besarnya nikmat Tuhannya yang telah diberikan kepada beliau (yakni nikmat bisa berlemah lembut)”
.
Inilah sikap untuk masalah-masalah yang semisal ini, namun untuk masalah yang lain beliau bisa menunjukkan marah kepada istrinya, misalnya saat istrinya ada menggunjing istri yang lainnya.
.
2. Bersikap Sabar
Allah berfirman:
Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak (QS. An-Nisa :19)
.
Berkaitan dengan ayat ini, Imam al Qurthubi menyatakan:
(bila kamu tidak menyukai mereka) yakni karena keburukan rupa atau keburukan perangai namun tidak melakukan kekejian (zina) atau kedurhakaan (nusyuz), dalam hal ini dianjurkan bersabar, karena bisa saja hal itu menjadi awal Allah memberinya rizki dari istri tersebut berupa anak-anak yang shalih.