Untuk poin pertama hingga keempat, bisa dilihat di part 1 dengan link berikut: https://www.umroh.com/blog/ingin-pacaran-lakukan-saja-setelah-menikah-part-1/.
Kelima: Kekacauan pikiran, dan kelemahan konsentrasi.
Derita ini banyak menimpa jiwa anak muda. Contoh kasus ini banyak sekali; seorang gadis yang sebelumnya ber-IQ tinggi dan cerdas, namun tiba-tiba menurun prestasinya. Ketika ditanyakan sebabnya, dengan malu-malu ia mengaku jujur bahwa semua ini terjadi setelah seorang pemuda tampan tetangga sebelah mencintai dan menawarkan hubungan pacaran. Kasus seperti ini banyak terjadi pada siswa-siswi sekolah menengah.
Keenam: kehinaan, kerendahan dan melemahnya kejantanan serta identitas diri.
Semua itu karena di mabuk cinta birahi, cinta kotor yang mengotori pemiliknya. Penyairpun telah melantunkan kehinaannya karena cinta
Ketujuh: Melemahkan Iman
Orang yang pacaran cenderung meletakkan rasa cinta kepada kekasihnya di atas rasa cinta kepada Sang Pencipta. Tak perlu mengelak ataupun mengiyakan, sebab pernyataan ini bisa dibuktikan dengan kualitas ibadah seseorang. Jika kualitas ibadah seseorang menurun setelah mengalami jatuh cinta, itu artinya porsi kecintaannya kepada Allah berkurang. Ia jadi jarang ke Masjid, jarang membaca Al Quran, meninggalkan shalat sunnah, bahkan beberapa hafalannya hilang, serta banyak ibadah lain yang terlewatkan.
Kedelapan: ‘melatih’ kemunafikan
Orang yang berpacaran itu seringkali menipu, berusaha agar pasangannya yakin bahwa ialah yang terbaik. Memang tidak semua.. tapi umumnya begitu. Ia akan menampakkan hal-hal yang baik di depan kekasihnya. Adapun hal-hal yang buruk sebagian besar ia sembunyikan. Sebagian orang ada yang sengaja menunjukkan beberapa keburukannya kepada kekasihnya sekedar untuk meraih simpati, mencari kesamaan, mendapatkan pemakluman, atau sebagai bumbu-bumbu romantisme belaka. Namun tidak jarang orang yang berpacaran mengatakan sesuatu yang sebenarnya bertentangan dengan hati kecilnya.
Masih haruskah berpacaran??
Mengenal lawan jenis dengan dalih untuk mengenal pribadi masing-masing..
Padahal kenyataannya, hanya sedikit kejujuran yang di tampakkan pada saat pacaran..
Rasa takut yang besar untuk di tinggal pasangannya atau hendak mengambil hati pasangannya membuat mereka menyembunyikan keburukan yang terdapat dalam dirinya..
Sudah menjadi rahasia umum, jika usia pacaran yang lama tak menjamin bahwa itu menjadi suatu jalan untuk memuluskan hubungan menuju jenjang pernikahan..
Sudah tak menjamin adanya pernikahan setelah sekian lama menjalin masa pacaran, juga banyak di bumbui pelanggaran terhadap rambu-rambu Allah. Maksiat yang terasa nikmat..
Zaman sekarang, berpacaran sudah sangat ironis seorang pacar dijadikan bagaikan pasangan suam-istri. istri.. Si pria seolah menjadi hak milik wanita dan si wanita kepunyaan pribadi si pria.. Mereka pun bebas melakukan apapun sesuai keinginan mereka..
Yang terparah adalah sudah hilangnya rasa malu ketika melakukan hubungan suami istri dengan sang pacar yang notabene bukan mahram.. Padahal pengesahan hubungan berpacaran hanya berupa ucapan yang biasa di sebut ” Nembak “, misalnya ” I Love You, maukah kau menjadi pacarku? ” dan di terima dengan ucapan ” I Love You too, aku mau jadi pacarmu “.. Atau sejenisnya.. Hanya itu.. Tanpa adanya perjanjian yang kuat (mitsaqan ghaliza) antara seorang hamba dengan Sang Pencipta.. Tanpa adanya akad yang menghalalkan hubungan tersebut.. Hubungan pacaran tak ada pertanggungjawaban kecuali pelanggaran terhadap aturan Allah.. Karena tak ada yang namanya pacaran islami, pacaran sehat atau apalah namanya untuk melegalkan hubungan tersebut..
Pacaran ibarat minuman beralkohol, banyak yang mengelak bahwa dengan berpacaran mereka memiliki semangat baru dan sederet hal positif yang mereka kumandangkan..
Tapi sama halnya dengan alkohol, maka manfaat yang di dapat jauh lebih kecil di banding kemudharatan yang di hasilkan.. Karena segala sesuatu yang di larang Allah, pasti ada sebab dan manfaatnya..
Kemudian ada yang berdalih, toh pacaran itu tidak merugikan orang lain..
Tidak merugikan orang lain, namun hukum Allah jauh lebih baik untuk di ikuti ketimbang menurutkan hawa nafsu yang berakhir pada jurang kebinasaan..
Malu di bilang jomblo??
Jika dengan jomblo kita bisa terbebas dari rasa yang terlarang, kenapa harus malu??
Justru kita akan merasa nyaman bercengkerama dengan Allah karena sadar hati kita hanya patut di tujukan kepadaNya bukan yang lain.. Justru kita harus bangga, di saat yang lain berlomba untuk melakukan hal terlarang tapi kita menjauhinya.. Kemudian tak akan ada perasaan was was karena telah melanggar aturan Allah.. Kita bebas berkumpul dengan kawan-kawan tanpa ada kekangan dari orang yang sesungguhnya tak memiliki kewenangan terhadap diri kita..
Mungkin masih banyak lagi kesia-siaan dalam berpacaran..
Dan sesungguhnya belum tentu sang pacar akan menjadi pasangan kita kelak..
Betapa indahnya berpacaran setelah menikah