1
News

Inilah Bacaan yang Disunnahkan Pada Malam Nisfu Sya’ban

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr
Advertisements
webinar umroh.com

Membaca surah Yasin atau membaca keseluruhan isi Alquran, dengan niat memperoleh kebaikan dunia dan akhirat, adalah amal yang dianjurkan, termasuk ketika malam Nisfu Sya’ban. Sayid Muhammad al-Maliki menyebutkan, seseorang yang membaca surah Yasin atau surah lain dari Alquran karena Allah dan disertai dengan niat mencari keberkahan umur, keberkahan harta, keberkahan kesehatan, maka tidak ada dosa baginya. Dan lebih dari itu, justru ia juga telah menempuh jalan kebaikan dalam rangka memenuhi hajatnya tersebut.

Kita tidak dilarang menyelipkan permintaan atau hajat apa pun, baik itu untuk dunia atau akhirat, dhahir atau batin, pada saat melakukan ibadah kepada Allah. Hal ini karena Allah senang kepada seorang hamba-Nya yang banyak bermohon kepada-Nya dalam hal apa pun. Dalam rangka menghidupkan malam Nisfu Sya’ban, beberapa tradisi terjadi pada kaum muslim khususnya di Nusantara. Mereka tak jarang berkumpul di masjid-masjid atau surau-surau untuk berzikir dan membaca Yasin sebanyak tiga kali secara berjamaah. Pada setiap bacaan Yasin, kita pun dapat permohonan berbeda yang dipanjatkan kepada Allah.

Namun permohonan yang sering dianjurkan untuk dipanjatkan pada setiap yasin adalah sebagai berikut: Pada bacaan Yasin pertama, memohon panjang umur serta mendapat taufik untuk menjalankan ketaatan. Bacaan Yasin kedua, memohon perlindungan diri dari mara bahaya, penyakit-penyakit dan niat melapangkan rezki. Sedangkan ketiga untuk meraih kekayaan hati dan khusnul khatimah.

Semua rangkaian bacaan ini dibarengi dengan segala permohonan yang dipanjatkan termasuk amal perbuatan yang dianjurkan dan disyariatkan. Karena hal ini termasuk dalam tawassul dengan amal shalih dan Alquran untuk mendapatkan hajat tertentu. Dan semua ulama sependapat tentang kebolehan bertawassul dengan amal shalih dan Alquran untuk keperluan dan hajat tertentu. Dalam kitab Al-Mafahim Yajibu An Tushahhah, Sayid Muhammad al-Maliki menegaskan tentang kebolehan tawassul ini dengan mengatakan, “Tiada seorang pun dari umat islam yang mempermasalahkan disyariatkannya tawassul kepada Allah dengan amal saleh. Maka siapa saja yang berpuasa, shalat atau membaca Alquran dan bersedekah, maka sesungguhnya ia telah melakukan tawassul dengan shalatnya, puasanya, bacaannya dan sedekahnya. Bahkan hal demikian lebih diharapkan untuk diterima oleh Allah dan lebih cepat untuk memperoleh apa yang ia inginkan.”

Salah satu refrensi yang menjadikan pendapat akan bolehnya bertawasul tersebut adalah pada suatu kisah yang menceritakan tiga orang yang terjebak di dalam gua. Salah satu orang bertawassul dengan perbuatan baik kepada orang tuanya, yang kedua bertwassul dengan menjauhi perbuatan buruk, dan yang ketiga bertwassul dengan amanahnya untuk menjaga harta orang lain dan menyerahkan dengan sempurna. Kemudian Allah mengabulkan do’a mereka sehingga mereka terbebaskan dari gua tersebut.

Inilah bentuk tawassul dengan amal shalih yang dikisahkan oleh Nabi Saw. Para ulama salaf telah banyak membahas tentang tawassul ini dan mereka sepakat tentang kebolehannya. Bahkan Ibnu Taimiyah telah membahas dengan baik dan panjang tentang dalil-dalil kebolehan tawassul ini dalam kitabnya Qaidah Jalilah Fi al-Tawassul wa al-Wasilah.”