Sebagaimana ditulis oleh Jalaluddin as-Suyuthi dalam kitab Lubab an-Nuqul fi Asbab an-Nuzul, diriwayatkan dari Ibn Abi Hatim dari Ibn Sa’ad yang bersumber dari Abu Bakar ibn Muhammad ibn ‘Amr ibn Hazm. Bahwa, suatu hari Thalhah berbincang dengan Aisyah, istri kesayangan Nabi yang juga sepupunya.
Rasulullah datang dengan menunjukkan wajah pias tak suka. Beliau cemburu. Dengan gerakan isyarat, beliau saw meminta Aisyah masuk ke dalam kamar. Thalhah malu, wajahnya memerah, ia undur diri dan bergumam dalam hati,
“Beliau melarangku berbincang dengan Aisyah. Padahal ia adalah sepupuku. Demi Allah, jika beliau telah wafat, takkan kubiarkan orang lain mendahuluiku melamar Aisyah.”
Gumaman Thalhah membuat Arsy bergetar, perkataan itu dibalas wahyu. Allah swt berfirman dalam surat al-Ahzab ayat 53 “Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada isteri- isteri Nabi, maka mintalah dari balik hijab. Demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan kalian tidak boleh menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri- isterinya sesudah ia wafat selama-lamanya.”
Ketika ayat itu dibacakan padanya, Thalhah menangis. Ia malu kepada Allah dan Rasul-Nya. Ibn Abbas berkata; “Ia kemudian memerdekakan budaknya, menyumbangkan harta bendanya yang bisa diangkut oleh sepuluh unta dan menunaikan umrah dengan berjalan kaki sebagai taubat dari ucapannya.”
Kelak, tetap dengan perasaan cintanya dinamai putri kecilnya dengan Aisyah. Aisyah binti Thalhah. Wanita cantik dan pintar. Cukup banyak hadis Nabi yang diriwayatkan darinya. Wanita mulia yang nantinya menjadi Mutiara di zamannya dengan keindahan, kecerdasan dan kebijaksanaannya. Persis seperti Aisyah binti Abi Bakar, wanita yang pernah dicintai ayahnya.
Tafsir QS. Al-Ahzab: 53
(Hai orang orang yang beriman! Janganlah kalian memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kalian diizinkan) Memasukinya karena mendapat undangan (untuk makan) kemudian kalian boleh memasukinya (dengan tidak menunggu-nunggu) tanpa menunggu lagi (waktu masak makanannya) yakni sampai makanan masak terlebih dahulu;
Inaa berakar dari kata Anaa Ya-niy (tetapi jika kalian diundang maka masuklah dan bila kalian selesai makan, keluarlah kalian tanpa) berdiam lagi (asyik memperpanjang percakapan) sebagian dari kalian kepada sebagian yang lain.
(Sesungguhnya yang demikian itu) yakni berdiamnya kalian sesudah makan (akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepada kalian) untuk menyuruh kalian keluar (dan Allah tidak malu menerangkan yg hak) yakni menerangkan supaya kalian keluar; atau dengan kata lain Dia tidak akan mengabaikan penjelasannya. Menurut qiraat yang lain lafal Yastahyi dibaca dengan hanya memakai satu huruf Ya sehingga bacaannya menjadi Yastahiy.
(Apabila kalian meminta sesuatu kepada mereka) kepada istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. (yakni suatu keperluan, maka mintalah dari belakang tabir) dari belakang hijab. (Cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka) dari perasaan-perasaan yang mencurigakan.
(Dan tidak boleh kalian menyakiti hati Rasulullah) dengan sesuatu perbuatan apapun (dan tidak pula mengawini istri-istrinya sesudah ia wafat selama-lamanya. Sesungguhnya perbuatan itu di sisi Allah) dosanya (besar)