Mengapa media sosial banyak dijadikan media akselerasi hujatan dan prasangka buruk?
Akselerator Prasangka Buruk
Di antara penyebab hujatan yang menjamur di dunia maya tersebut adalah prasangka buruk yang kini hampir selalu dikedepankan, yakni dengan adanya jalan pintas menyampaikan pendapat, sebagian dari proses kita berpikir dengan prasangka buruk juga terpangkas, karena sesungguhnya prasangka buruk itu berupa luapan yang butuh waktu untuk meredakannya. Sehingga waktu yang kita gunakan untuk menilai informasi menjadi sangat singkat, dan kemudian segera berhenti pada prasangka buruk saja. Jadilah justifikasi berdasarkan prasangka buruk semakin di depan.
Prasangka buruk yang dipengaruhi waktu berpikir dan kedalaman ilmu pengetahuan kita, kini sangat terbantu dengan hadirnya media sosial. Tidak ada lagi waktu kita (tidak ada lagi kesabaran kita) untuk berpikir apakah perkataan maupun komentar kita ini benar atau salah, apakah baik atau buruk, apakah komentar kita ini akan membawa dampak positif atau negatif, apakah komentar kita ini bermanfaat, dan apakah komentar kita ini akan menyakiti hati orang lain atau tidak, dan sejenisnya. Semua pertanyaan tersebut tidak sempat kita jawab, bahkan kita tanyakan kepada diri kita sendiri, karena dorongan emosi (yang memangkas kesabaran kita) dan pendeknya lintasan untuk mengungkapkan isi otak dan hati kita.
Dalam skala yang lebih besar, sesungguhnya lintasan informasi yang kian pendek oleh teknologi informasi ini tidak didukung dengan kematangan berpikir dan mental yang kuat oleh kelompok manusia yang menggunakan teknologi ini. Semestinya kemajuan teknologi informasi ini tidak disponsori tunggal oleh teknologi itu sendiri, namun juga diiringi dengan peningkatan kemampuan masyarakat dalam peradaban tersebut untuk berpikir lebih cepat dan mendalam pada saat yang bersamaan didukung dengan kekuatan mental serta pemahaman agama yang baik. Jika tidak, maka jadilah media informasi sebagaimana yang kita dapati sekarang, media informasi yang tidak diiringi oleh perkembangan mental dan kematangan berpikir, serta kemampuan untuk bersabar membendung luapan emosi yang dilandasi pemahaman agama yang kuat, yaitu luapan emosi yang kemudian seringkali tidak berdasar pemikiran matang serta kematangan mental dan dengan cepat menyebar ke seluruh dunia memberikan aroma-aroma negatif dalam kehidupan. Itulah yang menjadikan media sosial menjadi akselerator bagi prasangka buruk, bahkan tidak hanya prasangka buruk, namun perkataan, bahkan hingga tindakan buruk. Karena perkembangan media informasi hanya disponsori oleh teknologinya. Tidak berikut dengan perkembangan kehidupan sosial masyarakatnya, khususnya dalam hal agama yang menjadi koridor hidup kita yang mampu membendung semua hal tersebut.
Islam Sebagai Solusi
Banyak hal dalam agama yang semestinya kita kedepankan untuk menyambut perkembangan teknologi informasi tersebut untuk menghindari hal-hal buruk sebagaimana yang telah dibahas diatas, khususnya dalam hal etika berbicara. Islam mengajarkan banyak hal dalam menjaga adab dalam berbicara, dalam hal ini dapat diterapkan untuk bermedia sosial di antaranya:
- Hendaknya pembicaran selalu di dalam kebaikan
- Hendaknya menghindari perdebatan dan saling membantah, sekalipun kita berada di pihak yang benar dan menjauhi perkataan dusta sekalipun bercanda. Karena banyak di antara isi kolom komentar di dunia maya adalah berisi perdebatan dan saling bantah-membantah.
- Hendaknya kita menghindari perkataan jorok (keji).
- Hendaknya menghindari perbuatan menggunjing (ghibah) dan mengadu domba.
- Hendaknya kita menghindari perkataan kasar, keras dan ucapan yang menyakitkan perasaan dan tidak mencari-cari kesalahan pembicaraan orang lain dan kekeliruannya, karena hal tersebut dapat mengundang kebencian, permusuhan dan pertentangan.
- Menghindari sikap mengejek, memperolok-olok dan memandang rendah orang yang berbicara.
Demikianlah sesungguhnya jika masyarakat kita masa ini menyadari betul bahwa agama adalah pedoman hidup kita, tentulah kesiapan masyarakat dalam menyambut perkembangan teknologi informasi akan jauh lebih baik.
Seiring dengan berjalannya waktu -karena manusia adalah tipe makhluk yang mampu belajar- mereka akan perlahan merasakan kejenuhan berada dalam kondisi saling menghujat dan merespon negatif satu dengan yang lainnya. Perlahan mereka akan memahami ketimpangan yang terjadi. Sehingga sesungguhnya kita sedang dalam masa pencerdasan kehidupan sosial masyarakat. Kita berharap akan datang masanya ketika manusia sadar akan perbuatan-perbuatannya di dunia maya yang nampaknya maya, namun kemudian akan disadari bahwa perbuatan tersebut juga termasuk dalam kelalaian mereka dalam mengelola emosi dan dalam menjalankan perintah agama yang tentunya berdampak buruk untuk kehidupan dunia dan akhirat.
Semua itu tidak mungkin terjadi dengan sendirinya, melainkan harus diiringi usaha untuk memperkuat nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari agar kesiapan masyarakat dalam menyambut teknologi di masa mendatang, tidak hanya teknologi informasi, namun teknologi apapun, semakin baik dan menjadikan seluruh teknologi tersebut bermanfaat dunia dan akhirat.
Semoga kita secara perlahan mampu menjadi manusia yang semakin beriman dan bertakwa yang bertanggung jawab dan mampu menggunakan teknologi dengan kemajuan berpikir serta beragama dan tidak kemudian mudah untuk ikut berkobar dalam kobaran emosi bermuatan negatif dari netizen dalam menilai suatu perkara tanpa pemikiran yang matang dan mendalam yang kemudian menjadikan prasangka buruk kita semakin terakselerasi oleh media sosial.