Setiap orangtua tidak selalu mulus membersamai anak, pasti ada ujian yang dilalui baik besar maupun kecil. Ada yang diuji anak terjebak dengan pergaulan bebas, terpapar pornografi, anak mengalami depresi, anak mogok sekolah, anak tidak mau menjalankan kewajiban shalat dan sejumlah ujian lainnya jika ditulis semua akan menjadi daftar panjang dalam lembaran-lembaran yang tak bisa diprediksi kapan berakhir. Na’udzubilahi mindzalik.
Jangankan kita manusia biasa dalam kisah para Nabi pun hal seperti itu terjadi. Sebutlah nabi Nuh, Allah beri ujian anak yang durhaka pada Allah tidak mau mengikuti ayahnya untuk bertauhid pada Allah. Begitupun nabi Ya’qub sebelas anaknya kecuali Benyamin bersekongkol untuk membunuh Nabi Yusuf di sebuah sumur tua, bertahun-tahun lamanya nabi Ya’qub menunggu pertemuan dengan puteranya tersebut.. Sejatinya perkara anak adalah fitnah / ujian diabadikan oleh Allah dalam wahyunya.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلاَدِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِن تَعْفُوا وَتُصْفِحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللهَ غَفُورُُ رَّحِيمٌ {14} إِنَّمَآ أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلاَدُكُمْ فِتْنَةُُ وَاللهُ عِندَهُ أَجْرٌ عَظِيمُُ
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya diantara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya hartamu dan dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar. [At Taghabun:14,15].
Tentunya kita tidak ingin sang buah hati kelak menjadi musuh ayah bunda, sang buah hati tak pernah menjadi penyejuk dalam rumah kita. Kita selalu berharap dan bekerja keras dan sesungguh-sungguhnya untuk memberikan pendidikan terbaik agar anak-anak kita menjadi anak-anak permata dunia dan anak-anak cahaya mata yang senantiasa menyejukkan jiwa.
Sungguh banyak para bunda diuji dengan anak, katakanlah tangis seorang ibu yang mengalami perih mendalam mengetahui kabar bahwa anak laki-lakinya yang baru kelas lima SD melakukan pelecehan seksual pada teman sekelasnya, ada pula pengaduan curhatan seorang ibu dimana anaknya kecanduan gadget tidak bisa dinasehati dan malas beribadah, bahkan ada seorang ibu yang galau setengah mati terhadap anaknya yang sudah terpapar pornografi dan entah apalagi jenis ujiannya. Padahal kata mereka kami sangat menjaga anak-anak, merasa sudah memberikan pendidikan terbaik yang mereka punya.
Zaman telah menghadapkan kita pada ujian demi ujian, rasa kekhawatiranpun berlipatganda saat anak-anak kita sudah mengenal lingkungannya dan dia menuntut eksplorasi lebih luas di luar rumah. Eksplorasinya itu yang membuat anak mengenal banyak teman yang beragam ada yang shaleh ada yang jahat. Inilah zaman Kapitalisme sekulerisme yang tidak ada jaminan perlindungan terhadap anak, yang membuat beban orang tua teramat berat dalam pendidikan.
Dalam kondisi seperti ini sebagai orang tua tentu tidak membuat kita lalai dari mengingat Allah. Justru jika dihadapkan pada perkara ini segera bertaubat dan memohon ampunan pada Allah atas semua kekeliruan dan dosa-dosa kita dalam mendidik anak.
Walau kita dihadapkan ujian dengan anak, tidaklah mengurangi semangat orang tua dalam taat pada Allah. Nabi Nuh tak pernah mengurangi ketaatannya pada Allah dan tetap menyebarkan dakwah atas perintah Allah swt walau nabi Nuh dihadapkan pada kesedihan yang mendalam terhadap anaknya yang tidak mau mengikuti jejak ayahnya untuk beriman dan taat pada Allah swt.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.
Kitapun bisa berkaca pada Nabi ya’qub ketika saudara-saudara nabi Yusuf menjerumukannya di sumur tua dan mereka berdusta pada ayahnya bahwa Yusuf diterkam binatang buas dan memperlihatkan bukti darah domba yang dibalurkan pada bajunya Nabi Yusuf. Betapa menderitanya perasaan sang ayah saat itu namun Nabi Ya’qub bersabar dengan cobaan itu, melapangkan hatinya memaafkan anak-anaknya dan memberikan pada mereka kesempatan untuk kembali pada keshalehannya hingga saat yang diharapkan itu benar-benar disaksikan oleh Nabi Ya’qub, semua anak-anaknya kembali dalam kebaikan dan ketaatan.
Beberapa hal ini bisa kita lakukan ketika kita diuji dengan anak :
1. Menerima itu sebagai qadha dari Allah SWT bahwa baik buruknya datang dari Allah
2. Muhasabah diri, jika ada amal yang merupakan dosa-dosa kita segeralah bertaubat
3. Hadapi anak dengan sabar dan berupayalah berkomunikasi dengan baik sehingga anak mau terbuka dan berkata jujur
4. Maafkan kesalahnnya dan tawarkan diri untuk membantunya keluar dari persoalan hidupnya
5. Dampingi anak selama masa membenahi diri dan lukukan penguatan-penguatan kerpibadian Islamnya hingga kita yakin anak sudah benar-benar kembali pada Allah dan rasulNya.
6. Senantiasa mendoakannya untuk ketaatannya dan terhindarnya dia dari kejahatan baik dari jin dan manusia.
Wallahu a’lam bishshowab