1
News

Keunikan Dibalik Gaya Bahasa Surat Al-Fatihah (Part 1)

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr
Advertisements
webinar umroh.com

Jika kita perhatikan, surat Al-Fatihah sendiri memiliki suatu keunikan dibalik arti dan maknanya serta gaya bahasa yang digunakan. Dan salah satu keunikan yang cupu tampak dan terlihat adalah ketika Allah SWT memuji diri-Nya. Apabila kita perhatikan, mulai Q.s. al-Fatihah. ayat 2-4, Allah menggunakan gaya bahasa ghaib dengan memakai kata ganti orang ketiga, seolah yang dipuji bukan diri-Nya, tetapi yang lain.

Padahal, Allah sedang memuji diri-Nya. Ini merupakan adab yang luar biasa. Tetapi, ketika berbicara tentang menyembah, meminta pertolongan dan berdoa kepada-Nya, Allah SWT menggunakan gaya bahasa Mukhathab [orang kedua]. Lihatlah:

“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus..” [Q.s. al-Fatihah: 5-6]

Allah juga mendahulukan, “Iyyaka Na’budu” [Hanya Engkaulah yang kami sembah], ketimbang, “Iyyaka Nasta’in” [hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan], juga merupakan adab yang luar biasa. Allah hendak mengajarkan, “Berikanlah dulu hak yang lain, baru Engkau meminta”.

Menyembah adalah kewajiban hamba kepada-Nya, sekaligus hak-Nya dari hamba, sedangkan memberikan pertolongan adalah “kewajiban” Allah kepada hamba-Nya, sekaligus haknya dari Allah.

Setelah memuji-Nya habis-habisan, dan memberikan apa yang menjadi kewajibannya kepada-Nya, barulah kita meminta kepada-Nya, “Ihdina as-Shiratha al-Mustaqim” [tunjukkanlah kami jalan yang lurus]. Ini juga merupakan adab dan tatacara berdoa kepada-Nya. Tidak tiba-tiba, langsung meminta-Nya, tanpa mengambil “hati”-Nya terlebih dahulu.

Kedua, Q.s. al-Fatihah: 1-7 juga bisa dibagi menjadi dua: Pertama, dari ayat 1-4 berupa ilmu [nalar]. Ilmu tentang apa dan siapa? Ilmu tentang Allah SWT. Coba perhatikan:

“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai di Hari Pembalasan.” [Q.s. al-Fatihah: 1-4]

webinar umroh.com

Kedua, dari ayat 5-7 berupa tindakan [aksi]. Coba perhatikan:

“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” [Q.s. al-Fatihah: 5-7]

Dengan demikian, melalui Q.s. al-Fatihah ini, Allah hendak mengajarkan kepada kita tentang pentingnya ilmu. Mendahulukan ilmu [nalar] sebelum bertindak. Maka, kita tidak boleh mengambil tindakan, tanpa didasari ilmu [nalar].

Karena itu, Allah mengecam orang-orang Yahudi dan Nashrani, dengan predikat, “Ghairi al-Maghdhubi ‘Alaihim” [bukan orang-orang yang Engkau murkai]. Siapa mereka, yaitu orang-orang yang sebenarnya sudah tahu [mempunyai ilmu/nalar], tetapi tidak menggunakan ilmu dan nalarnya, sehingga sengaja melakukan kesalahan dan kekufuran.

Orang Yahudi dan Nashrani jelas telah mendapatkan pengetahuan tentang Nabi Muhammad dan syariatnya dalam kitab suci mereka, tetapi mereka mengingkarinya. Bukan karena mereka tidak tahu, tetapi karena pengetahuan yang mereka miliki tidak mereka pergunakan. Dan karena sebab itulah akhirnya, mereka melakukan kesalahan dan kekufuran. Karena itu, Allah murkai mereka.