1
Muslim Lifestyle News

Inilah Pandangan Islam Terhadap Penyebar Hoax

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr
Advertisements
webinar umroh.com

Jauh sebelum era sosmed, keluarga Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah menjadi korban berita hoax (bohong). Berita bohong ini mengenai istri Rasulullah saw, yakni `Aisyah r.a, sehabis perang dengan Bani Mushthaliq bulan Sya’ban tahun 5 H. Peperangan itu diikuti oleh kaum munafik, dan turut pula `Aisyah dengan Nabi berdasarkan undian yang diadakan antara istri-istri beliau.
.
Dalam perjalanan mereka kembali dari peperangan, mereka berhenti pada suatu tempat. `Aisyah keluar dari sekedupnya untuk suatu keperluan, kemudian kembali. Tiba-tiba dia merasa kalungnya hilang, lalu dia pergi lagi mencarinya. Sementara itu, rombongan berangkat dengan persangkaan bahwa `Aisyah masih ada dalam sekedup.
.
Setelah `Aisyah mengetahui, sekedupnya sudah berangkat dia duduk di tempatnya dan mengharapkan sekedup itu akan kembali menjemputnya. Kebetulan, lewat di tempat itu seorang sahabat Nabi, Shofwan ibnu Mu`aththal, dia temukan seseorang sedang tidur sendirian dan dia terkejut seraya mengucapkan: ”Inna lillahi wa inna ilaihi raji`un, istri Rasul!”.
.
`Aisyah terbangun. Shofwan mempersilakan Aisyah mengendarai untanya, sementara dia sendiri berjalan menuntun unta tersebut sampai di Madinah. Orang-orang yang melihat mereka membicarakannya menurut pendapat masing-masing. Mulailah timbul desas-desus yang menuduh Aisyah berselingkuh dengan Shofwan. Kaum munafikpun lalu ‘menggoreng’ isu tersebut hingga fitnahan terhadap `Aisyah r.a. menjadi viral dan menimbulkan keguncangan di kalangan kaum muslimin.
.
Allah swt berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ .
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.” (QS. An-Nur:11)
.
Ayat ini memberikan banyak pelajaran, diantaranya: Pertama, bahwa orang-orang berimanpun, sebagian mereka bahkan adalah sahabat Nabi, kadang-kadang karena ketidaktahuannya, ikut juga menyebarkan hoax.
.
Kedua, walaupun berita itu palsu, namun jika tidak dibongkar maka kerusakan yang ditimbulkannya bukan kerusakan palsu, hubungan Rasulullah dengan Aisyah, istri beliau, sempat retak beberapa lama. Namun akhirnya setelah terbongkar, justru berita bohong itu tidak berdampak negatif bagi Aisyah dan keluarganya, sebaliknya justru berita itu berdampak baik, Allah katakan ‘bal huwa khairul lakum’ (bahkan ia adalah baik bagi kamu), karena dengan terbongkarnya hoax tersebut justru menaikkan derajat keluarga Abu Bakar (terutama Aisyah).
.
Ketiga, ‘likullim ri-in minhum ma iktasaba minal itsm’(tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya). Siapapun yang terlibat dalam penyebaran berita bohong, baik dia tahu atau sekedar menduga-duga, semuanya berdosa, besar dosanya sesuai dengan perannya dalam penyebarannya. Dalam konteks sekarang, makin massif men-share hoax, maka pundi-pundi dosanya juga akan semakin penuh. Semakin tinggi kedudukan, posisi dan intelektualitas seseorang yang menshare hoax, makin besar pula dosanya, walaupun yang dilakukan sama saja dengan orang awam.
.
Keempat, diantara semua yang berdosa, maka produsen hoaxlah pemilik saham terbesar dalam dosa tersebut. “Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar”.
.
Kelima, hoax yang disebarkan dalam ayat tersebut adalah hoax ‘yang masuk akal’, indikasi yang mengarah seperti yang dituduhkan itu ‘mungkin saja’ -dalam benak orang awam- terjadi, yakni ketika seorang wanita dengan seorang pria berduaan saja (berkhalwat) dalam perjalanan, tentu sangat memungkinkan terjadi hal-hal yang negatif. Jika terhadap ‘hoax yang masuk akal’ saja dosanya begitu besar, tentu menyebarkan ‘hoax yang tidak masuk akal’ dosanya akan lebih besar lagi. Allaahu A’lam.