(Untuk bagian sebelumnya, bisa dilihat di link berikut: https://umroh.com/blog/inilah-pengertian-dan-keutamaan-sikap-itsar-part-1/)
Aku pun meninggalkan rumah itu dan mendatangi rumah keluarga di depannya, aku mengetuk pintu dan seorang perempuan (dari dalam rumah) menjawab ketukanku. Kemudian aku katakan padanya seperti yang aku katakan kepada perempuan yang pertama. Maka perempuan itu menjawab, “Wahai Abdullah, kami dan tetangga kami sama-sama miskin, maka bagilah uang itu untuk kami dan mereka.” (Shifatush Shafwah, II/206).
Sungguh menjadi suatu pelajaran yang memiliki himah luar biasa yang dapat kita petik. Dari kisah tersebut, kita bisa melihat jika wanita dalam cerita tersebut begitu peduli terhadap kondisi saudaranya yang kekurangan. Ia mau memperhatikan saudaranya sekali pun dirinya sendiri begitu memerlukannya.
Dia rela berbagi. Begitulah semestinya perilaku mulia seorang muslim dan muslimah. Kita harus mempunyai empati serta ikut merasa menderita manakala ada saudara kita yang kondisi hidupnya sedang susah.
Kita juga dapat berkaca pada contoh persaudaraan indah antara kaum Muhajirin dan Anshar. Mereka begitu perhatian pada saudaranya dan menginginkan saudaranya sesama mukmin merasakan bahagia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman memuji sifat itsyar yang ada pada orang-orang Anshar kepada orang-orang Muhajirin,
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang-orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada memiliki keinginan di dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS. Al-Hasyr: 9).
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
جَاءَتْنِى مِسْكِينَةٌ تَحْمِلُ ابْنَتَيْنِ لَهَا فَأَطْعَمْتُهَا ثَلاَثَ تَمَرَاتٍ فَأَعْطَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا تَمْرَةً وَرَفَعَتْ إِلَى فِيهَا تَمْرَةً لِتَأْكُلَهَا فَاسْتَطْعَمَتْهَا ابْنَتَاهَا فَشَقَّتِ التَّمْرَةَ الَّتِى كَانَتْ تُرِيدُ أَنْ تَأْكُلَهَا بَيْنَهُمَا فَأَعْجَبَنِى شَأْنُهَا فَذَكَرْتُ الَّذِى صَنَعَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَوْجَبَ لَهَا بِهَا الْجَنَّةَ أَوْ أَعْتَقَهَا بِهَا مِنَ النَّارِ
“Telah datang kepadaku seorang wanita miskin bersama dua orang anaknya, lalu aku memberi mereka makan dengan tiga butir kurma. Sang ibu memberi anaknya masing-masing sebutir. Tatkala wanita ini mengangkat tangannya hendak memasukkan sebutir kurma itu ke mulutnya, kedua anaknya meminta kembali. Kemudian satu butir kurma itu dibelah dua. Aku sangat kagum dengan ibu itu, lalu aku menceritakan hal in kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu beliau bersabda, ‘Sungguh, Allah telah mewajibkan wanita itu masuk surga karena perbuatannya tersebut, atau Allah membebaskannya dari api neraka’” (HR. Muslim no.2630).
Semakin seseorang dapat memahami nilai-nilai Islam dan dapat mengimplementasilkannya, semakin tinggi juga perasaan empati yang dimilikinya kepada saudara sesama mukmin. Sehingga hati juga akan terasa begitu dekat. Seakan jasad serta jiwanya ikut merasakan sakit pada saat saudaranya sakit.
Persaudaraan yang indah tersebut hanya akan terwujud dalam Islam. Yaitu apabila tali iman juga sudah begitu kokoh tertancap di hati, sampai dapat mengalahkan ambisi-ambisi duniawi di dalam diri ini.
Dalam hadits dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلْـمُتَحَابُّوْنَ فِي جَلاَلِي، لَهُمْ مَنَابِرُ مِنْ نُوْرٍ يَغْبِطُهُمُ النَّبِيُّوْنَ وَالشُّهَدَاءُ
“Orang yang saling mencintai berada dalam lindungan-Ku, diberikan bagi mereka mimbar-mimbar dari cahaya yang dicita-citakan oleh para Nabi dan syuhada‘ (orang-orang yang mati syahid)” (HR. Ahmad (V/ 239), at-Tirmidzi (no. 2390), dan selainnya. Dishahihkan Al Albani dalam Shahîh at-Targhîb wat Tarhîb (no. 3019).