Islam memiliki sejarah yang panjang dengan Italia. Muslim mulai melakukan upaya untuk memperluas pengaruh Islam hingga ke daratan Eropa. Pada abad ke-9 hingga 11 M, peradaban Islam pernah menguasai bagian selatan negara yang kini memiliki penduduk terbesar keenam di Eropa dan terpadat ke-23 di dunia. Salah satu daerah yang menjadi tujuan dari perluasan pengaruh tersebut adalah pulau Sisilia.
Mengenal Pulau Sisilia
Umroh.com merangkum, Pulau Sisilia yang letak geografisnya strategis ini dipandang sebagai batu loncatan awal jika ingin memperluas pengaruh islam di benua Eropa. Pada perkembangannya pulau Sisilia sempat dikuasai oleh beberapa dinasti Islam periode klasik, dan puncaknya peradaban islam di Sisilia memberikan sumbangsih besar bagi perkembangan keilmuwan Barat.
Baca juga: Fakta Menarik soal Jejak Budaya Islam di Amerika Serikat
Jejak peradaban Islam di Italia bagian selatan telah dimulai ketika Sisilia jatuh dalam genggaman kaum Muslim. Peradaban Islam mulai berkembang di Sisilia sejak 15 Juli 827 M. Ketika itu, pasukan tentara Dinasti Aghlabid atau Aghlabiyah di bawah kekuasaan Ziyadat Allah I berhasil menaklukkan kekuasaan Bizantium.
Awal Mula Peradaban Islam di Sisilia
Perdaban Islam di wilayah itu dikembangkan oleh sejumlah dinasti Islam, antara lain Dinasti Aghlabid atau Aghlabiyah (827 M – 909 M). Setelah itu, kekuasaan Islam di wilayah itu jatuh di tangan Dinasti Fatimiyah, sebuah kekhalifahan Islam bermazhab Syiah yang berpusat di Mesir.
Baca juga: Jangan Lupa untuk Mengaji Hari Ini, Cukup Buka Al Qurannya di Sini!
Empat tahun setelah wilayah Sisilia jatuh kepada kekuasaan dinasti Fatimiyah, muncul perlawanan terhadap dinasti Fatimiyah. Beberapa muslim Sisilia di bawah pimpinan Ahmad ibn Qurhub menyatakatan kemerdekaan mereka, dan menyebutkan nama khalifah Abbasiyah al-Muqtadir, dalam khutbah-khutbah Jumat mereka. Namun,Pada tahun 917 Sisilia kembali pada kekuasaan dinasti Fatimiyah.
Sejak berada dalam kekuasaan Islam, Sisilia menjelma menjadi salah satu pusat peradaban di Eropa, setelah Cordoba. Bangunan masjid yang tersebar di seluruh kawasan Sisilia tak hanya menjadi tempat beribadah semata. Masjid-masjid itu juga berfungsi sebagai sekolah tempat berkembangnya benih peradaban dan ilmu pengetahuan.
Sejak berada dalam kekuasaan Islam, Sisilia menjelma menjadi salah satu magnet peradaban Eropa, setelah Cordoba. Seorang ahli geografi, dan pengembara dari Timur, Ibnu Hawqal (943-977) menjelaskan di Palermo terdapat sekitar 300 masjid yang megah. Di masjid-masjid Jami ini terdapat sekitar 60 baris jamaah, yang masing-masing baris di isi sekitar 200 orang, sehingga jumlahnya mencapai 7000 jamaah. Dia juga menghitung terdapat sekitar 300 guru sekolah umum.
Baca juga: Yuk Rencanakan untuk Pergi Umroh Bersama Keluarga dengan Cara Mudah Ini!
Pasca Munculnya Islam di Sisilia
Tidak dapat dipungkiri kemajuan intelektual di Sisilia seakan menjadi magnet bagi sarjana-sarjana Eropa untuk menuntut ilmu. Bangsa Eropa yang pada masa itu sedang mengalami masa kegelapan, seakan mendapatkan pencerahan dengan munculnya ilmu-ilmu yang dibawa sarjana-sarjana muslim.
Sisilia memiliki beberapa lembaga pendidikan Islam terkemuka pada masa itu, salah satunya ialah Universitas Balerm, sebuah perguruan tinggi Islam terkemuka di kota Palermo. Sekolah-sekolah di wilayah Sisilia dilengkapi dengan asrama siswa, dan mahasiswa. Sehingga tidak mengherankan banyak pemuda dari berbagai penjuru dunia menimba ilmu di sekolah, dan Universitas Sisilia.
Ibnu Jubair yang dalam perjalanannya ke Sisilia, memberikan gambaran bagaimana kemajuan peradaban Islam di Sisilia. Dalam buku perjalanannya, Ibnu Jubair menggambarkan kemajuan pesat Palermo yang merupakan ibu kota Sisilia. “Palermo adalah sebuah kepulauan metropolis yang mengkombinasikan kekayaan, dan kemuliaan. Sebuah kota kuno yang elegan.”
Bahasa Arab menjadi bahasa pengantar masyarakat Sisilia. Ibnu Jubair menyaksikan orang-orang di sana berbicara menggunakan bahasa Arab dalam kehidupan sehari-hari. Tak hanya memajukan kegiatan intelektual saja, ternyata disana juga memajukan sistem pertanian, dan industri masyarakat Sisilia. Kemajuan di kedua sektor tersebutlah yang membuat masyarakat Sisilia merasakan kemakmuran yang luar biasa. Dan pada akhir abad ke-10, Sisilia telah menjadi pusat perdagangan di dunia Mediterania.
Kedudukan Islam saat Munculnya Rezim di Sisilia
Setelah mengalami masa kemakmuran yang luar biasa, rezim pemerintahan muslim di Sisilia harus berhenti. Runtuhnya rezim Kalbiyah disebabkan oleh perang sipil, dan campur tangan kekaisaran Bizantium, yang membantu penaklukan bangsa Norman atas kepulauan Sisilia. Penaklukkan ini dimulai dengan serangan atas kota Messina pada tahun 1060 oleh pangeran Roger, anak Tancred de Hauteville, dan diikuti dengan penaklukan kota Palermo tahun 1071, dan Siracuse tahun 1085. Pada tahun 1091, pasukan Norman telah berhasil menguasai wilyah-wilayah pulau Sisilia.
Baca juga: Awal Mula Munculnya Islam di Amerika Latin
Namun, meskipun penguasa Sisilia telah beralih ke tangan bangsa Norman, ternyata kebudayaan Islam masih eksis dalam pemerintahan, dan masyarakat Sisiliamampu bertahan kurang lebih dari dua abad berikutnya. Ini menandakan betapa kuatnya pengaruh kebudayaan Islam di Sisilia.
Toleransi beragama yang sebelumnya telah menjadi ciri khas peradaban Islam kini diteruskan tradisinya oleh raja-raja Kristen dari Norman yang menaklukkan pulau tersebut. Mereka menolak tekanan gereja untuk mengkristenkan kaum muslimin. Hanya saja pada akhirnya kaum muslimin mendapat tekanan juga dari komunitas Kristen di pulau itu. Dalam proses yang cukup lama, jumlah kaum muslimin di pulau itu menyusut sedikit demi sedikit. Beberapa dari mereka dikonversikan secara paksa ke dalam agama Kristen sementara sebagian besar yang lain melakukan migrasi ke Afrika Utara. Namun selama dua abad lebih itu, Raja-Raja Sisilia Kristen terus saja terpukau dengan ketinggian budaya kaum muslimin serta menggunakan atribut-atribut Islam untuk diri mereka sendiri.
Warga Italia yang beralih menjadi Muslim jumlahnya kurang lebih sekitar 10 ribu orang. Seperti halnya kehidupan umat Muslim minoritas, di Italia pun mereka mengalami berbagai prasangka. Selain karena warga Italia mulai resah dengan meningkatnya imigran yang datang, mereka juga khawatir terhadap munculnya kelompok-kelompok ekstrem agama.