Peristiwa Isra’ Mi’raj memang cukup diidentikkan dengan perintah shalat. Ya hal itu memang benar. Isra’ Mi’raj memang bisa dibilang merupakan awal mula turunnya perintah sholat lima waktu. Namun kita juga harus mengetahui esensi lain di balik Isra’ Mi’raj. Salah satunya kita juga harus menyadari pentingnya shalat lima waktu. Bisa dibayangkan, saking pentingnya ibadah sholat lima waktu, sampai-sampai Rasulullah dipanggil langsung untuk dapat bertemu Allah di langit.
Namun, kita juga harus memandang Isra’ Mi’raj lebih dari itu. Dimana kita harus mengetahui makna serta hikmah luar biasa yang bisa kita ambil dibaliknya. Pertama-tama kita harus mengetahui terlebih dahulu apa Isra’ Mi’raj. Mungkin masih ada juga diantara kita yang belum mengetahui jika Isra’ Mi’raj adalah sebuah perjalanan di malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha di bumi, dilanjutkan ke langit sidratul muntaha. Perjalanan ini bisa dibilang bersifat ajaib serta memiliki dimensi lain dari sisi sains dan politik.
Dimensi sains yang dapat kita lihat disebabkan karena perjalanan Isra’nya saja (belum termasuk mi’raj), sudah melakukan perjalanan dengan sekitar 1250 km. Jika kita bayangkan dengan kondisi pada saat itu, tentulah hal ini merupakan sesuatu yang mustahil. Coba bayangkan saja bagaimana bisa perjalanan sejauh itu ditempuh hanya dalam semalam. Sedangkan kondisi transportasi di zaman itu masih sangat terbatas.
Memang dengan kondisi sekarang, perjalanan isra’ sangat masuk karena bisa saja ditempuh dengan pesawat supersonic yang justru dengannya bisa ditempuh dengan waktu hanya 15 menit saja. Akan tetapi, peristiwa mi’raj ke langit sidratul muntaha tetaplah hal yang tidak masuk akal meski berkacanya dari kondisi yang ada pada saat ini..
Sekarang coba kita analogi, misalkan saja perjalanan pergi-pulang ke langit itu ditempuh dari ba’da Isya atau sekitar jam 8 sampai dengan menjelang Shubuh sekitar jam 4 pagi. Berarti totalnya PPnya adalah 8 jam. Sehingga jika dibagi adalah 4 jam, dimana berarti jarak bumi – langit dan sebaliknya dapat ditempuh dalam waktu 4 jam.
Mari kita analogikan dengan ilmu sains. Apabila Nabi Muhammad beserta malaikat jibril dapat bergerak dengan kecepatan cahaya, maka jarak yang dapat ditempuh saja masih sekitar 4.320.000.000 km. Dan menurut catatan sains, jarak segitu baru sampai di sekitar Planet Neptunus. Belum sampai keluar tata surya. Bintang terdekat yaitu Proxima Alpha Centaury sendiri berada pada jarak sekitar 4,2 tahun cahaya. Sehingga sangat mustahil dikunjungi pergi-pulang dalam semalam.
Terlebih lagi ada juga hambatan dari Teori Relativitas Khusus. Berdasarkan penuturan Einstein, apabila suatu materi yang bergerak mendekati kecepatan cahaya, maka akan mengalami kontraksi ukuran sampai mendekati nol, dan ketika waktu yang sama massanya mendekati tak terhingga. Apakah Nabi Muhammad bisa mengalami hal itu? Hal ini memang sungguh tak bisa dipikirkan dengan nalar dan logika manusia mana pun.
Rahasia ini tentu saja makin menantang para ilmuwan muslim, untuk bisa memecahkannya dengan berbagai teori sains yang telah ada hingga sekarang. Teori Einstein salah satunya, telah terbukti ribuan kali di dunia fisika partikel, serta pada satelit yang mengorbit bumi 90 menit sekali sambil membawa jam atom.
Ada juga yang mencoba untuk memahaminya dengan berdasarkan ayat 70 dari Surat al-Maarij, yang berbunyi “Malaikat-malaikat dan Jibril naik kepada Rabb dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun”. Hal itu coba disimpulkan sebagai jarak ke langit adalah 50.000 tahun cahaya. Darisanalah juga yang membuat malaikat disinyalir dapat melesat dengan laju jauh di atas cahaya.
(bersambung ke part 2)