Sultan Muhammad Al Fatih, Merupakan salah seorang tokoh ternama pada masa kejayaan Islam, yang merupakan sang Penakluk Konstantinopel. Pernah pada suatu ketika, ia divonis oleh Mahkamah Syariat agar tangannya dipotong. Apa yang menyebabkan hal tersebut? Vonis itu dikeluarkan oleh qadhi atau hakim, karena menilai Sultan Al Fatih telah memerintahkan memotong tangan dari seorang insiyur Romawi. Sultan Al Fatih pun bersedia mematuhi perintah pengadilan itu. Bagaimana ceritanya?
Sultan Al Fatih secara nyata membuktikan kebenaran akan perkataan yang pernag diucapkan oleh Rasulullah SAW akan takluknya Konstantinopel pada tahun 1453. Penaklukkan itu membuat gempar seantero dunia.
Pasca keberhasilannya tersebut, Sultan Al Fatih pun kemudian mengubah Konstantinopel menjadi pusat ibukota Utsmaniyah. Selama kepemimpinan Sultan Al Fatih, Utsmaniyah mencapai puncak kejayaannya. Kehidupan disana berjalan dengan baik dan juga maju. Namun hasrat Sultan Al Fatih tidak puas berhenti sampai disitu saja, dia pun memiliki keinginan untuk terus menaklukkan wilayah yang belum berhasil ditaklukkan. Bahkan dia sempat merangsek menuju kota Roma. Hal inilah yang membuat penguasa Roma, mengungsi dari singgasananya.
Untuk urusan hukum, kepemimpinan Sultan Al Fatih di dalam negeri bisa dibilang cukup adil. Hukum yang diterapkan disana kala itu benar-benar berwibawa. Malah tidak hanya untuk orang lain, namun dia juga adil menerapkan hukum untuk dirinya sendiri. Pernah ada suatu kasus dimana Sultan Al Fatih sempat divonis bersalah dan akan dijatuhi hukuman potong tangan oleh Mahkamah al Isti’naf (pengadilan) diera itu.
Kasusnya bermula ketika Sultan Al Fatih berniat mendirikan sebuah masjid Jami di kota Islambol itu. Dia kemudian menugaskan seorang Insinyur Romawi, Epsalanti, untuk memimpin dan mengawasi proyek pembangunan Masjid itu. Epsalanti memang dikenal insinyur yang mumpuni.
Salah satu perintah Sultan, bahwa tiang-tiang masjid Jami itu mesti dibuat dari bahan marmer. Tiang-tiang itu juga harus dibuat tinggi, agar masjid Jami’ bisa dilihat dari berbagai penjuru. Sultan Al Fatih pun menentukan batas ketinggian yang harus dicapai itu. Perintah itu langsung ditujukannya kepada Epsalanti tadi.
Akan tetapi dalam pembangunannya, Epsalanti malah memotong tiang-tiang itu. Hingga ketinggian tiang Masjid Jami’ itu tak seperti yang dipesan oleh Sultan. Epsalanti bersikap demikian karena suatu sebab. Ketika Sultan mengetahui hal itu, dia marah besar. Epsalanti dianggap melakukan pencurian karena mengurangi ketinggian tiang-tiang tadi. Sultan Al Fatih pun memerintahkan agar tangan Epsalanti dipotong.
Ternyata keputusan itu langsung dieksekusi. Tangan Epsalanti dipotong. Pasalnya tiang-tiang yang sudah dibawa dari tempat yang jauh, menjadi tak berguna sama sekali. Perintah potong tangan itu dikeluarkan Sultan Al Fatih dalam keadaan emosi dan marah.
Tapi nasi sudah jadi bubur. Tangan Epsalanti sudah terpotong. Sultan Al Fatih pun sempat menyesali keputusannya itu. Karena dianggapnya perintah itu terlalu berlebihan.
Namun di mata Epsalanti, tindakan Sultan itu sudah kelewatan. Itu sudah dianggap sebuah kedzaliman, begitulah pandangan Epsalanti. Alhasil dirinya pun mengadukan Sultan Al Fatih kepada Mahkamah Al Isti’naf itu.
(bersambung ke part 2)