Orang tua tentu pernah mengeluhkan anak laki-lakinya yang telah beranjak usia belasan tahun jika mereka senang sekali keluar rumah bermain dengan temannya dibandingkan diam di rumah? Segala bentuk kekhawatiran sang Orang tua sering dirasakan, mulai dari kejahatan yang saat ini targetnya adalah anak-anak, pergaulan bebas , target komunitas LGBT pada anak-anak, ancaman pornografi dan pelecehan seksual, sodomi hingga kekhawatiran kelalaian ananda dalam menjalankan kewajibannya pada Allah semisal shalat.
Anak laki-laki pasca 10 tahun, tentunya sudah memiliki gejolak untuk mendapatkan eksplorasi yang lebih luas daripada sekedar lingkungan rumah dan tetangganya. Karena itulah interaksi pertemanannya pun akan menjadi semakin banyak, sebab dia ingin eksis dan diakui sebagai teman dan mengeluarkan pendapat-pendapatnya di lingkungan teman. Saat ini juga anak sedang menguji nalarnya menuju kematangan pola berpikir dan kematangan pola prilaku yang pernah dia dapatkan selama ini dari orang tua dan sekolah.
Jika pendampingan ayah orang tua terhadap anak usia ini berhasil dalam pematangan kepribadian Islamnya, maka anak akan tumbuh sebagai sosok remaja yang memesona, pemikiran yang kritis dan ketaatan yang kuat pada Allah swt. Kelak ketika dia sudah dewasa di usia 15 tahun kepribadian Islam itu melekat erat pada dirinya yang menjelma menjadi pribadi tangguh yang berpengaruh.
Namun sebaliknya bila orang tua memandang fase ini adalah fase yang membuat rumit, galau dengan memberikan stereotip yang negati tentu akan membuat jurang komunikasi antara anak dan orang tua sekaligus memadamkan potensi yang sejatinya mulai menyala-nyala. Anak tidak akan mau berkata jujur kemana dia bermain dan siapa saja teman bermainnya. Karenanya ada anak mengungkapkan alasan untuk bermain ke orang tuanya adalah bermain sepakbola, namun kenyataannya anak menonton video porno bersama teman-teman bermainnya yang notabene lebih tinggi usianya, jadilah anak tersebut korban pelecehan seksual sementara ayah dan orang tua tidak memberikan pendampingan yang penuh tanggung jawab.
Zaman ini memang zaman penuh kekhawatiran, maka benar adanya quote dari Ja’far Ashshodiq, “Berikanlah pendidikan agama kepada anak-anakmu sesegera mungkin sebelum lawan-lawanmu menggantikanmu dan menanamkan ide-ide yang salah dan keliru pada pemikiran mereka”
Maka dalam konsep pendidikan anak berdasarkan tahapan usia, anak sudah harus memiliki kepribadian Islam di usia 10 tahun dan sangat memungkin untuk hafal Al-quran di usia ini 30 juz sebagai ma’lumah sabiqah (informasi sebelumnya) sebagai informasi yang benar dalam berpikir benarnya menilai pemikiran, perbuatan dan benda di sekitarnya. Usia ini juga berlatih jiwa kepemimpinannya saat ideologi islam yang ditanamkan padanya dapat berproses menjadi qiyadah fikriyyah (kepemimpinan Berpikir).
Jika pendampingan orang tua membersamai ananda dalam mengantarkan kepribadian Islam ini dapat optimal maka ada kepercayan yang besar bagi orang tua untuk melepaskan ananda bermain tanpa kegalauan yang sangat ketika anak berada dalam lingkungan teman-temannya. Karena anak dalam pribadi yang berpengaruh bagi teman-temannya.
Misalkan saja terdapat seorang anak, dimana pada awalnya sang orang tua sangat mengkhawatirkan jika sang anak bermainnya di luar rumah, mengingat angka LGBT di daerahnya meningkat tajam dan yang menjadi target rekrutmennya adalah anak-anak. Melarang anak bermain tentu tidaklah adil, karena anak butuh penjelajahan dan medan yang lebih luas untuk pengalaman, mengasah mental, keberanian dan ke PD an.
Disinilah sang orang tua harus mau berpikir keras untuk dapat menjalin keterbukaan antara anak dan orang tua, yang mana hal tersebut dilakukan agar sang anak mau jujur untuk menceritakan siapa saja teman yang biasa bermain dengannya, dimana alamat rumahnya, keluarganya seperti apa, ananda bermain sepeda ke wilayah mana saja yang dilakukan, apa kepentingan ananda berada di wilayah itu, dan beberapa pertanyaan lainnya.