Di balik perjalanan Rasul yang menyampaikan kebenaran, ada para sahabat yang setia memperjuangkan kebenaran tentang Agama Islam. Salah satunnya Umar bin Khattab yang dijuluki sebagai Al-Faruq yang berarti orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebatilan. Kelak, setelah Rasulullah wafat, sosok yang dikenal tegas ini menjadi khalifah menggantikan Abu Bakar. Wataknya yang tegas membuat kaum Quraisy takluk dengan beliau.
Kehidupan Umar bin Khattab
Padahal sebelum masuk Islam, ia pernah berniat membunuh Rasulullah. Ia menyusuri jalanan Makkah menuju sebuah rumah di bukit Safa sambil membawa pedang. Rumah tersebut adalah tempat Rasulullah berada.
Baca juga: Ini Kata Umar bin Khattab soal Pembangunan Infrastruktur
Umroh.com merangkum, saat Umar pergi hendak membunuh Rasulullah, saudarinya yang bernama Fatimah, yang menikah dengan Sa’id (anak Zaid sepupu Umar), mengundang Khabbab bin al-Arat, seorang pandai besi, untuk membacakan ayat-ayat Al Quran. Keduanya memang telah menjadi Muslim. Dalam perjalanan menuju bukit Shafa, Umar didekati seorang Muslim. Orang itu berusaha membelokkannya dari tujuan membunuh Nabi. Dia menyuruh Umar pulang dan menyaksikan apa yang tengah terjadi di rumahnya sendiri.
Umar bin Khattab kemudian kembali ke rumahnya. Saat ia memasuki jalan menuju rumah, ia mendengar ayat-ayat Al Quran yang dilantunkan Khabbab bin al-Arat. Mengetahui kedatangan Umar, sang pelantun Al Quran buru-buru bersembunyi. Akhirnya hati Umar takluk setelah membaca surat Thaha. Ia pun kagum dengan keagungan lafaz Allah. Itulah momen ketika Umar tergerak dan mulai tertarik kepada agama yang dipeluk saudarinya. Ia lalu meraih pedangnya dan berlari menuju bukit Safa untuk menemui Rasulullah.
Sesampainya di tempat yang dituju, Rasulullah segera menarik jubah Umar sambil bertanya, “Apa yang telah membawamu kemari, hai anak Khattab?”
Umar menjawab, “Wahai Rasulullah, aku datang kepadamu untuk percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan pesan yang dibawanya dari Allah.”
Umar pun akhirnya masuk Islam. Ia menyampaikan kebenaran dan mengikuti berbagai perang. Namun diakhir hayatnya ia di bunuh oleh seorang budak yang fanatik.
Detik-detik Allah Mengabulkan Doa Umar bin Khattab
Suatu hari, tatkala Umar bin Khattab sedang mengimami Shalat Subuh berjamaah di Masjid Nabi, terjadilah bencana besar itu. Allah SWT telah mengabulkan doa Umar, yaitu dengan mencabut nyawanya di kota Rasul sebagai syahid dengan keutamaan yang paling utama. Sebab dirinya tidak saja memperoleh kesyahidan di kota Rasul, akan tetapi ia berada di dalam masjid, mihrab, Raudah Nabi Muhammad SAW. Saat itu ia sedang mengerjakan Shalat Subuh dengan para sahabat.
Seorang Tabiin yang bernama Amru bin Maimun Al-Masyad menceritakan, “Ketika aku sedang berdiri di shaf kedua, sedangkan antara dirik dan Amirul Mukminin tidak ada seorangpun selain Abdullah bin Abbas. Ketika lampu di masjid tiba-tiba mati. Amirul Mukminin kemudian mengankat takbir memulai shalat. Sebelum ia membaca Al-Fatihah, seorang Majusi maju menghampirinya lalu menikamnya sebanyak enam kali tikaman.” Setelah itu, Umar berteriak, “Dia telah membunuhku.” Kemudian para sahabat menyerang Abu Lu’lu’ah dan ia pun menyerang jamaah membabi buta ke kanan dan ke kiri. Lalu, Abdurrahman bin Auf segera menelungkupkan mantelnya ke arah Abu Lu’lu’ah. Dengan begitu Abu Lu’lu’ah baru sadar bahwa dirinya telah tertangkap dan tidak bisa berkutik, sehingga ia menikam dirinya sendiri dan akhirnya ia pun mati.
Umar bin Khattab meminta Abdurrahman bin Auf untuk memimpin Shalat Subuh. Dengan darah yang semakin deras mengalir, Umar kemudian menanyakan Abdullah bin Umar. Maka datanglah Abdullah dan meletakkan kepala ayahnya di pangkuannya. Lalu ayahnya berkata, “Wahai anakku, letakkan pipiku di atas tanah semoga Allah mengasihiku, jika aku telah mati pejamkanlah mataku dan sederhanakanlah kain kafanku. Sebab, jika aku menghadap Rabbku sedangkan Dia ridha terhadapku, maka Dia akan mengganti kain kafan ini dengan yang lebih baik, sedangkan jika Dia murka kepadaku, maka Dia akan melepasnya dengan keras.” Setelah itu ia pun jatuh pingsan.
Ketika Umar bin Khattab siuman Ibnu Abbas berkata, “Shalatlah!, wahai Amirul Mukminin.” Al-Faruq menoleh ke arahnya seraya berkata, “Aku hendak berwudhu untuk mengerjakan shalat.” Mereka kemudian membangunkan Umar untuk wudhu, sedangkan lukanya terus mengeluarkan darah.
Punya rencana untuk pergi umroh bersama keluarga? Yuk wujudkan rencana Anda bersama umroh.com!
Setelah Umar bin Khattab selesai shalat, Ibnu Abbas berkata, “Wahai Amirul Mukminin, orang yang mencoba membunuhmu adalah budak milik Mughirah bin Syu’bah, yaitu Abu Lu’lu’ah.” Umar bin Khattab kemudian berkata, “Segala puji bagi Allah, bahwa dia telah menjadikanku terbunuh di tangan seorang yang tidak pernah bersujud kepada Allah sama sekali. Semoga hal itu menjadi penuntut atasnya pada hari akhir kelak. Apakah ia telah bersepakat dengan salah seorang dari kaum muslimin?” Ibnu Abbas lantas keluar seraya bertanya kepada kaum muslimin, “Wahai kaum muslimin sekalian! Apakah ada seorang diantara kalian yang bersekongkol dengan Abu Lu’lu’ah?”
Mendengar hal itu, tangis kaum muslimin makin keras. Mereka berkata, “Demi Allah, sungguh kami ingin menambahkan umur kami kepada Umar bin Khattab.” Kaum wanita pun berkata, “Demi Allah, kematian anak-anak kami lebih kami sukai daripada matinya Umar bin Khattab.”
Abdullah bin Abbas kemudian masuk menemui Umar bin Khattab lalu mengusap dada Al-Faruq seraya berkata, “Wahai Amirul Mukminin, tenanglah. Engkau telah berhukum dengan kitab Allah dan engkau telah berlaku adil kepada sesama.” Mendengar hal itu Umar tersenyum lalu berkata, “Apakah engkau bersaksi untukku dengan hal ini pada hari kiamat kelak?” Ibnu Abbas kemudian menangis. Umar lalu menepuk bahunya seraya berkata lagi, “Apakah engkau akan bersumpah untukku pada hari kiamat kelak bahwa aku telah berhukum dengan kitab Allah dan berlaku adil?” Ibnu Abbas lalu menjawab, “Aku akan bersaksi untukmu wahai Amirul Mukminin.” Ketika itu Ali bin Abu Thalib menimpali, “Dan aku akan bersaksi pula untukmu, wahai Amirul Mukminin.”
Umar bin Khattab kemudian berkata, “Lalu bagaimana dengan hutang-hutangku? Akau takut bila menghadap Allah, sedangkan aku masih memiliki hutang.” Kemudian para sahabat menghitung semua hutang-hutangnya. setelah usai menghitung, terbilanglah bahwa hutangnya sebanyak delapan puluh enam ribu dirham.
Kematian Umar bin Khattab
Setelah itu, para sahabat mengumpulkan harta mereka untuk melunasi hutang-hutang Umar bin Khattab hingga ketika ia bertemu dengan Allah, ia tidak memiliki hutang. Sepekan setelah kematian Umar, terkumpullah harta tersebut lalu dibayarkan kepada Khalifah Utsman bin Affan, sehinga setelah itu Umar bin Khattab telah terbebas dari tanggungan hutang mana pun.
Pada detik-detik terakhir kematian Umar bin Khattab, ia meminta puteranya menghadap Ummul Mukminin Aisyah ra. untuk meminta izin agar setelah kematiannya nanti ia dikuburkan di dekat makam Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Baca juga: Kejayaan Ekonomi pada Masa Umar bin Khattab
Umar bin Khattab meninggal pada hari Rabu, tangal 23 Dzulhijjah. Tepatnya, pada tahun 23 Hijriyah. Seluruh penduduk Madinah menangisi kepergiannya, dan ia dikuburkan di dekat makam kedua sahabatnya.