Hidayah dan Taufik hanyalah Milik Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Allah yg Berkehendak kepada siapa memberikan Hidayah-Nya. Tapi yang perlu diingat, hidayah itu misteri. Itu murni hak prerogative Allah untuk mau memberi hidayah kepada siapa saja yang ia Kehendaki. Perlu kita ketahui jug ajika hidayah tidak bisa diterka-terka, karena kita sering tidak bisa menebak orang seperti apa yang Allah SWT akhirnya beri hidayah.
Oleh karena itu tidak ada formula baku juga bagi seseorang untuk dapat membuat seseorang mendapat hidayah terlebih untuk mengislamkan seseorang atau membuatnya jadi mualaf. Karena jika hidayah itu ada formula baku, bisa dipastikan Nabi pun dapat mengislamkan semua orang yang ada, atau minimal semua orang yang ia temui. Tapi nyatanya tidak demikian. Bahkan orang sekelas Nabi pun tidak bisa mengislamkan semua orang, karena yang dapat mengislamkan orang dan memberi hidayah itu hanya Allah SWT semata, sementara manusia hanya bisa berusaha untuk menyampaikan kebenaran pada seseoang, hingga dari usahanya dapat memungkinkan Allah meberi hidayah.
Ingat jika ada kisah para Sahabat Nabi yg dulu paling depan menentang Dakwah Rasulullah, akhirnya menjadi Pembela terdepan Rasulullah. Tapi sebaliknya, paman Nabi Muhammad yang bernama Abu Thalib, yang begitu baik pada Nabi dan selalu membela Nabi, justru tidak bisa mendapatkan hidayah untuk masuk Islam hingga akhir hayatnya, meski Nabi sudah berusaha maksimal untuk membimbingnya bersyahadat di akhirnya.
Tidak hanya di era Nabi Muhammad, di zaman now pun kita bisa melihat fenomena seperti itu. Baru-baru ini salah seorang artis terkenal Indonesia yaitu Roger Danuarta Alhamdulillah telah memutuskan untuk menjadi mualaf, dan kita doakan bersama agar dia tetap istiqomah di jalan Allah. Justru di satu sisi, Ustadz Felix Siauw juga pernah berujar jika ayahnya belum memutuskan untuk masuk Islam meski ia telah berusaha untuk dapat mengislamkan ayahnya tercinta. Sebaliknya juga, ada seorang tokoh bernama Arnoud Van Doorn, yang dulunya begitu membenci Islam malah pada akhirnya mendapat hidayah dan menjadi Islam.
Sekali lagi itu semua terjadi karena yang namanya hidayah itu hak prepogatif Allah, hanya Allah yang berhak memberikan dan manusia hanya bisa berusaha. Selain itu hidayah itu tidak bisa dinalar dan tidak ada rumus baku bagi seseorang untuk dapat membuat orang mendapatkan hidayah. Untuk makin memperdalam keimanan, mungkin tidak ada salahnya jika kita mengetahui lebih lanjut tentang kisah Arnoud Van Doorn dalam menjemput hidayah.
============
ARNOUD VAN DORN : Ada apa dengan Islam?
Siapapun orangnya, terlepas dari apapun perilaku orang tersebut dana pa pun profesinya baik dia seoang penista, pendosa kelas kakap, dedengkot pengingkar, kafir tulen, musuh Islam, bahkan namanya menjadi target utama kaum Muslim, tapi jangan pernah menafikan kuasa Allah dalam memberikan hidayah kepada hamba-Nya yang dia kehendaki. Karena ketika Allah Azza wa Jalla berkehendak membalikkan hatinya, ia akan jatuh tersungkur, bersujud tak berdaya, memohon mohon ampunan.
Hal tersebut juga bisa tercermin dan tergambar dari salah seorang sosok yang dulunya adalah pembenci Islam dan boleh dikatakan jua merupakan musuh besar Islam. Ia adalah Arnoud Van Doorn, musuh besar Islam yang boleh dibilang jika darahnya pernah dihalalkan untuk dibunuh karena filmnya yang berjudul FITNA yang secara terang-terangan melakukan penghinaan terhadap Islam dan juga Rasululloh shallallahu alayhi wasallam.
Bahkan film tersebut sempat menggemparkan dunia. Tak hanya itu saja, di jagad perpolitikan Belanda, sebagai wakil ketua yang bergabung di PVV (partai kebangsaan belanda), ia juga sangat gencar untu mengincar Islam, termasuk berusaha untuk menggagalkan pembangunan masjid yang ada di negerinya. Tapi sekali lagi yang namanya hidayah memang mutlak hak prerogatif Allah. Allah sangat bisa dan kuasa untuk membalikkan hati seseorang yang ia kehendaki. Dan hasilnya terhadap Arnoud juga bisa terlihat, dimana sekarang justru ia berbalik arah dan mengejutkan dunia dengan memutuskan menjadi mualaf. Bagaimana sampai dirinya berbalik menjadi mualaf? Simak kelanjutannya di part 2.