Mungkin di antara kita masih belum banyak yang pernah mendengar salah satu anak Nabi Adam yang bernama Nabi Syits. Memang anak Nabi Adam yang mungkin paling familiar terdengar di telinga banyak orang adalah Qabil dan Habil. Namun siapa sangka, Nabi Syits sendiri merupakan anak Nabi Adam yang paling cerdas.
Kisah awal kelahiran Nabi Syits sendiri memang bermula dari peristiwa pembunuhan Qabil terhadap Habil. Setelah Adam mengetahui Habil terbunuh, selama setahun dia tidak tertawa dan tidak bergaul dengan Hawa. Maka, Allah berfirman kepadanya, “Hai Adam, sampai kapan tangisan dan kesedihan ini? Sesungguhnya Aku akan memberikan pengganti dari anak itu untukmu dengan anak yang terpercaya dan akan menjadi nabi, dan dari keturunannya akan Kujadikan para nabi hingga Hari Kiamat. Tandanya adalah dia akan dilahirkan sendirian, tidak mempunyai saudara sekandung. Apabila lahir anak itu, namailah dia Syits.” Dalam bahasa Suryani nama tersebut (Syits) berarti hamba Allah.
Ketika Hawa mengandung anak itu, kandungannya tidak terasa berat dan dia melahirkannya tidak merasa payah. Hawa melahirkan Syits setelah seratus tahun terjadinya pembunuhan Qabil terhadap Habil.
Ats-Tsa’labi menceritakan bahwa setelah Syits terlahir dan tumbuh besar, Adam mengasingkan diri beribadah kepada Tuhannya dan membaca Shuhuf. Syits-lah yang mengurus urusan saudara-saudaranya dan memutuskan persoalan yang ada di antara mereka. Ketika Adam tenang beribadah kepada Allah, tiba-tiba Allah memberi wahyu kepadanya, “Hai Adam, nasihatilah anakmu, Syits, dengan sesuatu yang Aku nasihatkan kepadamu. Sebab, Aku akan merasakanmu kepada kematian yang telah Aku tuliskan untukmu dan untuk anak-anakmu hingga Hari Kiamat.”
Mendengar firman tersebut, Adam kaget dan berkata, “Apa kematian yang telah Engkau janjikan kepadaku itu?” Kemudian Adam mendatangi Syits. Dia memberikan wasiat kepadanya tentang berbagai hal.
Dia memberitahukan kepadanya tentang terjadinya topan dan kehancuran alam; dia mengajarkan kepadanya tentang waktu-waktu ibadah dalam sehari semalam. Dia mengeluarkan seutas tali dari sutera yang memuat gambaran para nabi dan orang-orang yang menguasai dunia. Tali tersebut diturunkan kepada Adam dari surga; kemudian dia memberikannya kepada Syits dan menyuruhnya untuk dilipat dan disimpan di dalam tabut (sejenis peti) yang harus terkunci.
Lalu Adam mencabut beberapa lembar rambut dari janggutnya dan meletakkannya ke dalam tabut tersebut sambil berkata, “Hai anakku, ambillah rambut-rambut ini; bawalah bersamamu ketika menghadapi urusan yang penting. Rambut-rambut tersebut akan membantumu mengalahkan musuh-musuhmu, selama ada bersamamu. Apabila engkau melihat rambut-rambut tersebut memutih, maka ketahuilah bahwa ajalmu telah dekat dan engkau akan meninggal pada tahun itu. Kemudian Adam mencopot cincinnya dan memberikannya kepada Syits serta menyerahkan tabut dan shuhuf yang telah diturunkan kepadanya.
Adam berkata, “Wahai anakku, perangilah saudaramu, Qabil. Sesungguhnya Allah akan menolongmu untuk mengalahkannya.” Demikianlah wasiat terakhir yang disampaikan oleh Adam kepada anaknya, Syits.
(Sumber : Syaikh Muzaffer Ozak al-Jerrahi, “Allah, Nabi Adam, dan Siti Hawa” (diterjemahkan oleh Luqman Hakim), Bandung: Pustaka Hidayah, Cetakan I, Juli 2009)