Rasulullah memiliki seorang bibi bernama Shafiyyah binti Abdul Muthalib. Shafiyyah berperan penting dalam kehidupan Rasulullah, sehingga ia dijuluki Ibunda Hawari atau penolong Rasulullah. Dia pun menjadi salah satu dari sepuluh orang yang dijamin surga.
Wanita yang Terpandang dan Cerdas
Umroh.com merangkum, Shafiyyah dikenal sebagai putri dari keluarga terpandang. Abdul Muthalib memang seorang pembesar Quraisy yang terkenal. Ibu dari Shafiyyah adalah Halah binti Wahab, saudara kandung ibu Rasulullah, Aminah binti Wahab. Ibunda Shafiyyah juga dikenal sebagai putri dari keluarga terpandang.
Baca juga: Inilah Sosok Wong Fei Hung yang Identitasnya Sengaja Dikubur
Karena dibesarkan di lingkungan yang baik, Shafiyyah tumbuh menjadi wanita mulia. Ia pernah mendapat tugas mulia, yaitu menjamu para jamaah haji yang datang ke Mekkah. Shafiyyah juga dikenal sebagai wanita cerdas. Ia menguasai ilmu sastra dengan baik, sehingga tutur bahasanya mencerminkan kaum terpelajar. Selain itu, Shafiyyah juga mahir menunggang kuda dan dikenal sebagai wanita pemberani.
Shafiyyah menikah dengan Al Harits bin Harb. Saat suami pertamanya itu meninggal,
Shafiyyah menikah dengan Al ‘Awwam bin Khuwalid, saudara kandung dari Khadijah binti Khuwalid, Istri pertama Rasulullah. Dengan Al ‘Awwam, Shafiyyah dikaruniai seorang putra bernama Zubair bin Al ‘Awwam.
Golongan Orang-Orang yang Pertama Masuk Islam
Di tahun-tahun awal kenabian, Allah mengutus Nabi Muhammad SAW untuk menyeru kerabatnya dan berdakwah tentang tauhid. Seruan Allah ini tercantum dalam surat Asy Syu’aro ayat 214. Allah berfirman, “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”.
Rasulullah kemudian menyeru para kerabatnya dari atas bukit Shafa. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, Rasulullah berseru, “Wahai Fathmah binti Muhammad! Wahai Shafiyyah binti Abdul Muthalib! Wahai Bani Abdul Muthalib! Aku tidak mampu menolong kalian dari azab Allah sedikit pun, (Jika kalian menghendaki sesuatu dariku maka) mintalah hartaku sesuka kalian”.
Di antara semua kerabat, Shafiyyah dan putranya, Zubair bin Awwam, menjadi golongan orang-orang yang pertama memeluk Islam. Mereka adalah orang-orang yang turut berjuang bersama Rasulullah untuk menegakkan tauhid. Bersama Rasulullah, Shafiyyah dan kerabat lainnya menghadapi pertentangan dari kaum kafir Quraisy.
Mengiringi Perjuangan Rasulullah
Shafiyyah juga menjadi kerabat Rasulullah yang ikut hijrah ke Madinah. Bersama putranya, ia meninggalkan Mekkah dan menuju kota yang memberi harapan lebih baik.
Dalam perjuangan dakwah Rasulullah selanjutnya, Shafiyyah menjadi orang yang dikenal gagah berani. Walaupun ia seorang wanita dan berusia paruh baya, Shafiyyah ikut turun ke medan perang. Shafiyyah ikut berjuang dalam Perang Uhud dan perang Khandaq.
Peran Shafiyyah dalam Perang Uhud
Ketika perang Uhud, Shafiyyah berusia sekitar 56 tahun. Bersama wanita muslimin lainnya, Shafiyyah merawat mujahid yang terluka, mengambilkan air untuk minum, hingga berperan memperbaiki panah yang rusak.
Dalam perang Uhud, kaum muslimin sempat menguasai keadaan dan menekan lawan. Saat kemenangan hampir di tangan, ternyata keadaan berbalik karena ada beberapa kaum muslimin tidak menuruti perintah Rasulullah. Kaum muslimin kembali berjuang melawan pasukan kaum kafir yang semakin menguasai keadaan.
Saat kondisi genting tersebut, Shafiyyah akhirnya turun ke medan perang. Untuk membantu kaum muslimin yang sedang kepayahan, ia maju dengan menggunakan senjata tombak.
Ketegaran Shafiyyah semakin tampak ketika ia hendak menghampiri jasad Hamzah bin Abdul Muthalib, saudaranya sekaligus paman Rasulullah, yang dibunuh dengan sadis oleh kaum kafir Quraisy. Rasulullah memerintahkan Zubair agar menjauhkan ibunya sehingga ia tidak melihat jasad Hamzah.
Shafiyyah kemudian menjawab dengan tegar, “Mengapa aku tidak boleh melihatnya? Aku mendengar saudaraku telah dibunuh dengan sadis, dan itu di jalan Allah”. Shafiyyah menunjukkan bahwa dirinya bisa rela dan ikhlas, karena yakin Hamzah meninggal di jalan Allah, sehingga Allah akan menempatkannya di tempat terbaik. Shafiyyah lalu diizinkan melihat jasad Hamzah dan menyolatinya.
Keberanian Shafiyyah binti Abdul Muthalib di Perang Khandaq
Saat terjadi perang Khandaq, anak-anak, orang tua, dan wanita ditempatkan di benteng Hasan bin Tsabit. Alasan Rasulullah menempatkan mereka di sana adalah agar aman, karena benteng tersebut terletak di tempat yang tinggi dan memiliki pagar yang kuat. Hasan, sang pemilik benteng, juga ditugaskan untuk menjaga mereka.
Baca juga: Panutan! Ini Potret Kesederhanaan Umar bin Abdul Aziz
Di antara para wanita, ada Shafiyyah. Saat berada di benteng, ia melihat seseorang mengendap-endap dan mendekati benteng. Ia adalah seorang Yahudi yang ditugaskan memata-matai para wanita, anak-anak, dan orang tua di benteng. Tujuannya untuk menjadikan mereka tawanan jika penjagaan sedang lengah.
Shafiyyah kemudian berkata kepada Hasan bin Tsabit, “Pergilah dan bunuh orang itu”. Hasan menajwab, “Wahai binti Abdul Muthalib, bukankah kau tahu bahwa aku tidak berani melakukannya”.
Rupanya, Shafiyyah bertekad menghadapi mata-mata itu. Ia menuju keluar benteng dengan membawa sebuah tiang. Ketika ada kesempatan, dipukulnya kepala orang Yahudi itu hingga tewas. Shafiyyah kemudian kembali ke dalam benteng dan meminta Hasan bin Tsabit untuk memenggal orang Yahudi itu. Akan tetapi, Hasan bin Tsabit tetap tidak berani.
Shafiyyah kemudian kembali keluar dan memenggalnya. Dilemparnya kepala tersebut ke bawah bukit agar pasukan Yahudi melihatnya. Benar saja, cara itu berhasil menciutkan nyali mereka. Pasukan Yahudi yang menunggu itu sadar bahwa tidak ada gunanya mencoba menjadikan keluarga mujahid sebagai tawanan, karena Rasulullah dan kaum muslimin tidak akan meninggalkan keluarganya tanpa penjagaan yang baik.
Atas keberaniannya, Shafiyyah dikenal sebagai wanita muslimin pertama yang membunuh orang musyrik penyerang kaum muslimin.
Shafiyyah Wafat
Shafiyyah dikenal sebagai wanita mukmin yang istiqomah. Walaupun Rasulullah telah wafat, ia tetap memegang teguh ajaran Islam. Shafiyyah wafat pada usia 70 tahun di tahun 20 Hijriah ketika masa kekholifahan Umar bin Khattab. Ia dimakamkan di Baqi’ Ghargqad.