Indonesia telah mencapai eliminasi kusta pada tahun 2000 lalu, namun hingga kini penemuan kasus kusta masih dijumpai dibeberapa daerah. Kemenkes RI menargetkan agar seluruh Provinsi dapat mencapai status eliminasi kusta pada tahun 2019. Sepanjang tahun 2013, Kementerian Kesehatan RI mencatat 16.825 kasus kusta baru, dengan angka kecacatan 6,82 per 1.000.000 penduduk. Angka ini menempatkan Indonesia di peringkat ketiga dunia dengan kasus baru kusta terbanyak setelah India (134.752 kasus) dan Brasil (33.303 kasus). Bulan Juli 2013 lalu terdapat 17 negara yang masih memiliki masalah dengan kusta berkumpul di Bangkok, Thailand, untuk membahas eliminasi kusta. Negara terseut termasuk Indonesia bersepakat dalam menentukan target global pada 2016-2020 yaitu untuk mengurangi cacat tingkat II pada kasus baru menjadi kurang dari 1 per 1.000.000 penduduk ditahun 2020.
Kusta atau disebut juga Morbus Hansen (MH) merupakan infeksi kronik pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Predileksi awal penyakit ini adalah saraf perifer dan kulit, selanjutnya dapat mengenai mukosa saluran pernafasan dan organ-organ lain, tetapi tidak mengenai saraf pusat. Kusta merupakan penyakit kulit menular dan menahun yang dapat disembuhkan apabila ditemukan secara dini. Bila ditemukan sedini mungkin dan diobati dengan baik maka dapat mencegah penderita tersebut dari kecacatan tetap dan dapat sembuh dalam waktu 6 bulan. Oleh karena itu, peran serta semua sektor sangat penting dalam menemukan penderita dan melaporkan ke Puskesmas untuk segera dapat dilakukan pemeriksaan dan pengobatan.
Faktor penting dalam terjadinya kusta yaitu adanya sumber penularan dan sumber kontak, baik dari penderita maupun dari lingkungan. Penderita kusta yang tidak diobati dapat menjadi sumber penularan kepada orang lain, terutama penderita tipe multibasiler yang berkaitan dengan banyaknya jumlah kuman. Orang yang kontak serumah dengan penderita multibasiler berisiko 4x lebih tinggi tertular kusta. Hal ini berkaitan dengan tingginya frekuensi paparan terhadap penderita yang mengandung kuman kusta, sehingga menyebabkan kasus kusta semakin bertambah setiap tahunnya.
Masalah penyakit kusta ini diperberat dengan kompleksnya epidemiologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang penyakit beserta faktor penyebabnya, dan banyaknya penderita kusta yang mendapat pengobatan ketika sudah dalam keadaan cacat sebagai akibat masih adanya stigma dan kurangnya pemahaman tentang penyakit kusta dan akibatnya di sebagian besar masyarakat Indonesia. Dampak sosial terhadap penyakit kusta ini sedemikian besarnya, sehingga menimbulkan keresahan yang sangat mendalam. Tidak hanya pada penderita sendiri, tetapi pada keluarganya, masyarakat dan negara. Hal ini yang mendasari konsep perilaku penerimaan penderita terhadap penyakitnya dan dalam kondisi ini penderita masih banyak menganggap bahwa penyakit kusta merupakan penyakit menular, tidak dapat diobati, penyakit keturunan, kutukan Tuhan, najis dan menyebabkan kecacatan. Untuk mengatasi kecemasan itu, perlu penderita dan/ atau keluarga diberi bimbingan mental dan penyuluhan tentang penyakit kusta.
Maka dari itu pemerintah menyusun strategi percepatan eliminasi kusta di Indonesia, melalui:
1.Peningkatan penemuan kasus secara dini di masyarakat;
2.Pelayanan kusta berkualitas, termasuk layanan rehabilitasi yang diintegrasikan dengan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan;
3.Penyebarluasan informais tentang kusta di masyarakat;
4.Eliminasi stigma terhadap Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OPYMK) dan keluarganya;
5.Pemberdayaan orang yang pernah mengalami kusta dalam berbagai aspek kehidupan dan penguatan partisipasi mereka dalam upaya pengendalian kusta;
6.Kemitraan dengan bebagai pemangku kepentingan;
7.Peningkatan dukungan kepada program kusta melalui penguatan advokasi kepada pengambil kebijakan dan penyedia layanan lain; serta
8.Penerapan pendekatan berbeda berdasarkan endemisitas kusta.
Dalam hal tersebut perlu dilakukan upaya promotif dan preventif dalam menangani penyakit kusta. Upaya ini tidak akan bisa dilakukan tanpa adanya peran aktif dari masyarakat setempat. Keterlibatan masyarakat secara langsung dalam mengidentifikasi, merumuskan, melaksanakan, memonitoring, dan mengevaluasi program akan lebih mampu menggali masalah sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat. Salah satu langkah strategis yang dapat digunakan untuk menangani masalah penyakit kusta adalah dengan memberikan intervensi pada level keluarga dan penderita kusta.
Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah tersebut perlu untuk diapresiasi. Maka dari itu sebagai orang yang mungkin mengetahui orang sekitar yang tinggal dengan penderita kusta, orang yang mengalami gejala kusta, maupun orang yang menderita penyakit kusta perlu untuk dimotivasi untuk dapat melawan kusta dan membantu pemerintah dalam peningkatkan percepatan eliminasi kusta.