1
News Parenting

Melihat & Mencermati Penerapan Donor ASI di Indonesia

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr
Advertisements
webinar umroh.com

Kegairahan para emak terhadap ASI, membuat mereka antusias untuk menyusui eksklusif, berlanjut hingga 2 tahun dan juga menyimpan ASI perah bagi yang bekerja diluar rumah.

Menyebabkan, beberapa emak memiliki ASI perah berlebih yang disimpann di freezer rumahnya masing-masing. Bahkan seringnya, terlanjur penuh isi freezer dengan ASI, yang juga eman jika dibuang percuma, padahal untuk mengumpulkannya penuh perjuangan. Sehingga kalangan emak-emak ini inisiatif mendonasikan dan menyedekahkan ASI-nya kepada bayi yang dirasa membutuhkan.

Namun, inilah titik kritis yang harus kita perhatikan. Sebab sedekah susu sejenis ini belum difasilitasi serius oleh pemerintah, sementara kebutuhan emak-emak untuk mendonorkan ASI tidak bisa menunggu campur tangan pemerintah yang entah kapan akan turun tangan, jadilah kalangan emak-emak ini, menempuh jalur praktis dengan memanfaatkan media sosial (facebook,instagram, whatsapp) untuk menginfokan mengenai kebersediaannya menjadi pendonor ASI.

Sayangnya pula, tidak begitu banyak tenaga medis/paramedis yang turun tangan secara aktif mengawal proses donor ASI ini. Ibu yang kelebihan ASI, tidak diedukasi bagimana seharusnya prosedur mendonorkan ASI. Padahal ASI sebagaimana darah, menjadi media penularan penyakit. Sebab itulah tidak semua ibu yang kelebihan ASI, dapat dengan mudah dinyatakan layak sebagai pendonor ASI. Hanya yang terverifikasi bebas dari penyakit HIV AIDS, Hepatitis B, Heptitis C, Syphilis dan Citomegalovirus serta sehat mental, yang dinyatakan layak sebagai pendonor ASI.

Sayangnya pula, tidak banyak tenaga medis/paramedis yang turun tangan secara aktif mengawal proses donor ASI ini.

Ibu yang merasa kekurangan ASI, namun tetap kukuh ingin agar anaknya mendapat ASI, harus mencari pendonor ASI secara mandiri, tanpa mengetahui syarat ketentuan yang diberlakukan sebelum mendapatkan ASI Donor.

Mereka yang merasa kekurangan ASI, belum sepenuhnya terbimbing apakah benar perasaan kurang ASI itu adalah objektif kurang ASI (sebab indikasi medis), sehingga perlu mendapat bantuan ASI Donor dari ibu lain?

Mereka yang merasa kekurangan ASI, belum sepenuhnya terbimbing, apakah perasaan kurang ASI itu hanyalah subjektifitas saja, yang ternyata dapat selesai dengan mendatangi konselor menyusui atau dokter laktasi agar mendapat edukasi dan terapi yang tepat, sehingga bisa lebih memberdayakan ASI-nya sendiri, dan tidak perlu mendapat donor ASI atau bahkan susu formula.

webinar umroh.com

Konstitusi mengamanahkan peran ini pada dokter. Tersebut dalam Peraturan Pemerintah No.33 tahun 2012 :

Pasal 6 : Bahwa Setiap Ibu yang melahirkan harus memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya

Pasal 7 : Ketentuan dalam pasal 6 tidak berlaku jika : a.indikasi medis, b. ibu tidak ada, c. ibu terpisah dari bayi

Pasal 8 : Penentuan indikasi medis sebagaimana dalam pasal 7a, dilakukan oleh dokter

Pasal 11 : Dalam hal ibu kandung tidak dapat memberikan asi eksklusif bagi bayinya sebagaimana dalam pasal 6, pemberian ASI Eksklusif dapat dilakukan oleh pendonor ASI.

Artinya. Jika valid dan objektif secara medis, bahwa seorang ibu kekurangan ASI maka dokterlah yang menyatakan bahwa ibu tersebut memerlukan ASI Donor.