1
Motivasi News Sejarah Islam

Mencontoh Kegigihan Para Ulama Dalam Belajar (Part 1)

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr
Advertisements
webinar umroh.com

Pernah kah kita suatu saat malas untuk menghadiri kuliah?
Entah alasannya sedang tidak mood, atau merasa ada hal lain yang lebih penting.

Kadangkala ada orang, capek sedikit ia malas untuk pergi talaqqi (ngaji kitab). Atau, alasan kendaraan dan ngantuk, tiba-tiba minta untuk tidak hadir pengajian. Padahal, itu adalah kesempatannya belajar.

Jika dibandingkan dengan kerja keras para ulama, ternyata usaha kita untuk belajar tidak ada apa-apanya. Kita hanya tahu para Ulama setelah nama mereka dikenang. Tak banyak yang tahu potret kehidupan ‘sengsara’ mereka dan bagaimana mereka berjuang untuk ilmu dan berkhidmat kepada ummat. Pengetahuan kita hanya terbatas pada karya-karya mereka yang luar biasa.

Simak bagaimana potret kehidupan para ulama salaf sesungguhnya dibawah ini, yang kami himpun dari kitab Shafahaat min Shabril ‘Ulama(Lembar-lembar Kesabaran Para ‘Ulama) karya-nya Syaikh ‘Abdul Fattah Abu Ghuddah rahimahullah.

1. Abu Hurairah Menahan Lapar Demi Mendapatkan Hadits

Imam Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya, Kitab Al-‘Ilm, Bab Hifdzul ‘Ilm Juz 1 Hal. 190, ia berkata : Abu Hurairah berkata,

“Sesungguhnya saudara-saudara kami dari kalangan Muhajirin sibuk dengan perdagangan mereka di pasar. Sedangkan, saudara-saudara kami dari Anshar sibuk bekerja dengan harta mereka.”

Sementara, Abu Hurairah sendiri selalu menyertai Rasulullah sebatas perutnya kenyang. Ia hadir di Majelis yang tidak mereka hadiri. Ia menghafal apa yang tidak mereka hafal. Syaikhul Islam Ibnu Hajar berkata, “Hadits ini membuktikan bahwa mengambil sedikit dari dunia itu lebih memungkinkan untuk menjaga ilmu.” (Fathul Baari, 1/192).

webinar umroh.com

2. Jabir Ibn Abdillah Menempuh Perjalanan Satu Bulan Untuk Mendapatkan Satu Hadits

Imam Abu Abdillah Al-Bukhari berkata di dalam Shahihnya, kitab Al-Ilm, Juz 1 Hal. 158, Bab Al-Khuruj fi Thalabil ‘Ilm, “Jabir Ibn Abdillah melakukan perjalanan selama satu bulan untuk menemui Abdullah Ibn Unais, demi mendapatkan satu hadits.”

3. Ibnu Abbas Sering Tidur Di Depan Pintu Rumah Pemilik Hadits

Imam Ibn Katsir bercerita di dalam Al-Bidayah wan Nihayah Juz. 8, Hal. 298, tentang biografi Imam Ibn Abbas, bahwa Imam Al-Baihaqy berkata –dengan sanad sampai kepada Ikrimah- ia berkata, bahwa Ibnu Abbas menceritakan,

“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam wafat, aku berkata kepada seorang laki-laki dari Anshar,’Marilah kita bertanya (suatu ilmu) kepada para sahabat Rasulullah, pada hari ini jumlah mereka banyak.’ Dia menjawab, ‘Kamu ini aneh, wahai Ibnu Abbas! Apakah engkau mengira orang-orang akan membutuhkan mu, sementara para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam berada di tengah-tengah mereka.’

Ibnu Abbas mengatakan,
“Orang itu tidak berkenan, maka aku pun berjuang untuk mendapatkan hadits dari para sahabat senior. Jika terdapat hadits yang aku dengar ada pada seseorang, maka aku pun datang ke rumahnya, walaupun ia sedang istirahat di siang hari. Maka, aku menghamparkan kain ku di depan pintunya, melindungiku dari debu yang tertiup angin. Maka, ia pun keluar dan segera melihatku. Ia bertanya, “Wahai sepupu Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wasallam, Apa yang membuatmu datang ke sini? Mengapa engkau tidak meminta ku untuk datang menemui mu?” Aku menjawab, “Tidak, aku lebih berhak untuk datang kepada mu”. Ibnu Abbas mengatakan, “Aku pun bertanya tentang suatu hadits kepadanya.”

Ibnu Abbas bercerita, “Orang Anshar tersebut berumur panjang, sehingga ia melihat diriku, sementara orang-orang berkumpul di sekelilingku bertanya kepada ku,” Orang itu berkata, “Anak muda ini lebih mengerti daripada aku.”

4. Imam Malik Mencongkel Atap Rumahnya

Qadhi ‘Iyadh menuturkan dalam kitab Tartibul Madaarik Juz 1, Hal. 130 bahwa Ibnul Qasim menuturkan :

“Menuntut Ilmu menjadikan Imam Malik harus mencongkel atap rumahnya dan menjual kayunya, sehingga setelah itu dunia mendatanginya.” Bahkan Imam Malik berkata,”Ilmu tak akan diraih, sebelum dirasakan pahitnya kemiskinan”.

5. Imam Syafi’I Menulis di Kertas Bekas

Al-Hafidz Ibn Abdil Barr meriwayatkan dalam kitab Al-Intiqa’ fi Fadha-il As-Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’, hal. 70 : Imam Syafi’I berkata,

“Aku tidak mempunyai harta. Aku menuntut Ilmu dalam usia muda (usia 13 tahun). Aku pergi ke kantor dan meminta kertas bekas untuk menulis.”