1
News

Mengetahui Tata Ruang Sigap Bencana

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr
Advertisements
webinar umroh.com

Belum lama ini, tsunami senyap baru saja menghantam Banten dan Lampung. Tanpa didahului gempa. Mirip Palu, di mana gempa sudah lama berlalu, dan peringatan dini sudah dicabut. Di Banten bahkan BNPB sempat menolak menyebut itu tsunami.

Selama ini seluruh sistem peringatan dini tsunami didesain hanya yang disebabkan gempa. Jadi sistem ini gagal untuk penyebab selain gempa seperti longsoran dasar laut, erupsi vulkanik bawah laut atau jatuhnya meteor besar di laut.

Sistem peringatan dini cuma salah satu metode kesigapan kita atas bencana. Yang lainnya adalah tata ruang sigap bencana, kesiapan perlengkapan dan logistik untuk mengembalikan infrastruktur, dan kesigapan masyarakat serta aparat saat tanggap darurat.

Selama ini perencanaan tata ruang lebih hanya sekedar legalisasi kondisi eksisting ruang, yang sering sudah terfragmentasi mengikuti kemauan pasar atau kapitalis, terutama properti. Ruang jarang benar-benar disiapkan menopang kehidupan dua puluh tahun mendatang, yang sudah berubah populasinya dan macam kebutuhannya. Dan sering, tata ruang jarang dibuat dengan memperhatikan potensi bencana yang mungkin ada di masa depan.

Kalaupun ada potensi bencana yang sudah diperhatikan, maka baru mengandalkan peta-peta kasar. Tentu tidak bijak ketika ruang sebesar Kabupaten Bantul misalnya, ditulis memiliki potensi tsunami. Karena potensi itu hanya di sepanjang pesisir sampai ketinggian tertentu dari muka laut. Masih di Bantul ada tempat-tempat berpotensi gempa, longsor, banjir, bahkan puting beliung. Pemetaan bencana detil akan memudahkan perencanaan kesigapan yang dibutuhkan.

Pada zona rawan gempa tentu diperlukan pengawasan kekuatan bangunan yang lebih ketat. Pada zona rawan longsor tentu tidak bijak diberikan IMB. Pada zona rawan banjir mungkin harus dibangun tanggul, saluran dan pompa. Pada zona rawan puting beliung, perlu antisipasi agar pepohonan yang ada tidak terlalu tua dan rapuh, agar saat angin kencang tidak berpatahan atau tumbang. Bahkan perlu pemantauan atas kekuatan atap bangunan agar tidak terbang.

Dari ratusan Rencana Tata Ruang Wilayah maupun Rencana Detil Tata Ruang yang sesuai PP 8 / 2013 tentang ketelitian peta tata ruang dimintakan rekomendasi ke BIG, nyaris belum ada yang memitigasi perubahan iklim dua puluh tahun ke depan. Banyak daerah bahkan kurang serius dalam menyiapkan 20% Ruang Terbuka Hijau, yang disyaratkan UU 26 / 2007 tentang penataan ruang. Selain itu juga banyak yang belum menyiapkan pengganti sawah irigasi yang masuk Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) ketika mengkonversi menjadi permukiman. Bila peta-peta ini diloloskan tanpa koreksi, maka kita ikut berdosa menyiapkan bencana di masa mendatang berupa bencana iklim dan kelaparan !

Bencana memang harus diantisipasi dengan dua ilmu: “ilmu dunia” dan “ilmu langit”.

webinar umroh.com

Bencana alam ditangkal dulu dengan ikhtiar (ilmu dunia). Penguasa wajib menaruh perhatian agar tersedia fasilitas umum yang mampu melindungi rakyat dari berbagai bencana. Mereka merencanakan tata ruang dan mendirikan bangunan sigap bencana, hingga melatih masyarakat tanggap darurat. Aktivitas bela negara adalah cara efektif agar masyarakat sigap menghadapi situasi terburuk. Mereka dilatih bagaimana mengevakuasi diri, menyiapkan barang-barang vital, mengurus jenazah yang bertebaran, dan merehabilitasi diri setelahnya.

Para pemimpin juga harus sigap bencana, bukan sekedar politisi pemenang pemilu yang penuh pencitraan, tetapi negarawan yang tahu apa yang harus dikerjakan dalam situasi darurat. Walau begitu baik pemimpin formal maupun informal tetap perlu sering mengingatkan bahwa maut itu dekat, sehingga semua tergerak menyiapkan bekal akherat, karena dunia memang sementara, bukan segalanya, bukan untuk selamanya. Dengan begitu, ketika bencana terjadi, secara mental (ilmu langit) mereka lebih sigap, juga siap saling tolong.

Kalau hanya ilmu langit yang ada, maka kesigapan kita pada bencana rendah. Setiap bencana, kita hanya pasrah kepada pertolongan orang lain. Di kancah dunia kita tak akan pindah kuadran menjadi bangsa penolong.

Dan jika hanya pakai ilmu dunia, maka kita menjadi sombong, padahal Allah Maha Perkasa menghadirkan jenis bencana yang belum pernah ada sejarahnya, karena apa artinya catatan sejarah ratusan tahun, sedang usia bumi sudah jutaan tahun?