Perjuangan Rasulullah dalam menegakkan tauhid tak selamanya mulus. Beliau dan para Sahabat menghadapi banyak tantangan dan penentangan dari berbagai pihak. Seperti kaum kafir Quraisy, orang-orang Yahudi, serta tentara Bizantium. Dengan Kaum Yahudi, perselisihan akhirnya memuncak dan meletuslah perang di Khaibar.
Keistimewaan Khaibar
Umroh.com merangkum, khaibar merupakan sebuah wilayah yang terletak sekitar 170 kilometer dari Madinah. Wilayah di utara Madinah itu berada di tengah padang pasir, namun memiliki tanah yang subur dan air berlimpah. Tak heran Khaibar dikenal dengan hasil bumi-nya, seperti kurma serta biji-bijian. Dengan kelebihan tersebut, Khaibar memiliki perputaran uang yang besar. Sehingga dijuluki sebagai negeri Hijaz yang subur atau negeri Hijaz yang kuat.
Baca juga: Inilah Kisah Haru Pohon Kurma yang Menangis di Depan Rasul
Khaibar menjadi tempat bermukim terbesar bagi orang-orang Yahudi di masa Rasulullah. Dengan keistimewaan Khaibar, kaum Yahudi di sana dikenal sebagai masyarakat yang kaya. Mereka memproduksi hasil kebun yang melimpah, kain sutera yang indah, serta senjata perang yang kuat.
Ada tiga daerah yang menjadi pusat Khaibar, yaitu Nathat, Syaqq, dan Katibah. Dahulu, wilayah Khaibar memiliki sebuah pasar yang bernama An Nathah. Pasar ini dijaga oleh Kabilah Ghathafan, yang menganggap Khaibar masuk dalam wilayah kabilahnya.
Keberadaan Kabilah Ghathafan pun dimanfaatkan oleh kaum Yahudi. Mereka menghasut kaum Ghatafan agar mau bergabung menyerang kaum Muslimin. Sebagai imbalan, kaum Yahudi berjanji akan memberikan hasil buah dan kurma yang melimpah dari Khaibar.
Hasutan tersebut diterima oleh orang-orang Ghathafan. Mereka bersedia ‘dibayar’ untuk ikut menyerang kaum muslimin. Perjanjian antara Kaum Yahudi dan Kaum Ghathafan ini terjadi di beberapa lokasi, seperti Fadak, Taima’, dan Wadil Qura.
Selain mengajak Kabilah Ghathafan, kaum Yahudi juga kembali mengajak pasukan kaum kafir Quraisy. Kedua kubu itu adalah pihak yang kerap berseteru dengan kaum muslimin, sehingga kaum Yahudi memanfaatkan dendam dalam diri kedua kaum tersebut.
Baca juga: Jangan Lupa untuk Mengaji Hari Ini, Yuk Baca Al Qurannya di Sini!
Kabar rencana serangan Kaum Yahudi kemudian didengar oleh Rasulullah. Sehingga beliau segera mempersiapkan kaum muslimin untuk melawan, demi kejayaan Islam. Para Sahabat pun telah berjanji kepada Rasulullah untuk selalu setia bersama kaum muslimin. Baiat tersebut terjadi di benteng Na’im, sebuah benteng yang ada di Nathat, Khaibar.
Dalam perang di Khaibar, kita bisa belajar dari teladan yang diberikan oleh Rasulullah di bawah ini.
Rasulullah Meminta Pertolongan kepada Allah
Walaupun telah bersama dengan pasukan kaum muslimin, Rasulullah tetap menjadikan Allah sebagai tempat meminta pertolongan. Beliau berdoa, “Wahai Tuhan langit dan segala yang ada di bawahnya, Tuhan tujuh lapis bumi dan segala yang ada di atasnya, Tuhan setan-setan dan segala yang menyesatkan, serta Tuhan angin dan segala yang diterbangkannya. Sesungguhnya, kami mohon kepada-Mu kebaikan negeri ini serta kebaikan penduduk dan segala yang ada di dalamnya. Kami berlindung kepada-Mu dan kejahatannya, kejahatan penduduk, dan kejahatan yang ada di dalamnya”.
Allah pun menjawab dengan menurunkan surat Fath ayat 18-20. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). Serta harta rampasan yang banyak yang dapat mereka ambil. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Allah menjanjikan kepada kamu harta rampasan yang banyak yang dapat kamu ambil, maka disegerakan-Nya harta rampasan ini untukmu dan Dia menahan tangan manusia dari (membinasakan)mu (agar kamu mensyukuri-Nya) dan agar hal itu menjadi bukti bagi orang-orang mukmin dan agar Dia menunjuki kamu kepada jalan yang lurus.”
Janji Allah tersebut membuat kaum muslimin semakin semangat berperang melawan kaum Yahudi. Perang Khaibar kemudian meletus pada tahun ketujuh Hijirah.
Baca juga: Punya Rencana Pergi Umroh? Yuk Wujudkan Impian Anda Secara Gratis di Sini!
Strategi Rasulullah dalam Menghadapi Pasukan Kaum Yahudi
Kaum muslimin berhadapan dengan pasukan kaum Yahudi yang berjumlah sekitar sepuluh ribu orang. Selain itu, Khaibar dikelilingi oleh benteng yang berlapis-lapis. Benteng tersebut terletak di tiga wilayah utama Khaibar, yaitu Nathat, Syaqq, dan Katibah.
Ada tiga benteng di Nathat, yaitu benteng Na’im, Ash-Shuhaib, dan Qillah. Demikian juga di Katibah, terdapat tiga benteng yaitu Al-Qamush, Al-Wathih, dan As-Sulaim.
Sedangkan di Syaqq ada du abenteng, yaitu benteng Ubay dan Al Bari. Mengalahkan kaum Yahudi yang berlindung di balik berlapis-lapis benteng itu tentu tidak mudah.
Untuk menghadapinya, Rasulullah memerintah pasukan kaum muslimin untuk menyerang benteng yang lebih mudah dirobohkan terlebih dulu. Kala itu, benteng pertama yang berhasil ditaklukan adalah benteng Na’im. Benteng Na’im menjadi gudang makanan bagi pasukan kaum Yahudi.
Satu per satu, pasukan kaum muslimin berhasil menaklukan benteng di Khaibar. Tersisa dua benteng yang tidak mudah direbut, yaitu Al Watih dan As-Sulaim. Di dua benteng itu terdapat wanita dan anak-anak. Tidak ada yang berhasil menaklukannya, hingga kemudian komando pasukan diserahkan kepada Ali bin Abi Thalib. Di bawah komando Ali, pasukan Yahudi berhasil dilumpuhkan.
Lembut terhadap Musuh
Sebelum menyerahkan komando pasukan pada Ali bin Abi Thalib, Rasulullah menyampaikan pesan penting. Rasulullah bersabda kepada Ali, “Ajaklah mereka kepada Islam sebelum engkau memerangi mereka. Sebab, demi Allah, seandainya Allah memberi hidayah seorang di antara mereka lewat tanganmu maka sungguh itu lebih baik bagimu dari pada unta merah (harta bangsa Arab yang paling mewah ketika itu)”.
Pesan ini menyiratkan bahwa Rasulullah sejatinya lebih menginginkan kaum Yahudi mendapat hidayah. Rasulullah berpesan agar mendahulukan ajakan daripada peperangan. Bahkan jika akhirnya mereka mendapat hidayah, itu lebih baik bagi Ali.
Baca juga: Kisah Ali bin Abi Thalib, Utsman dan Perempuan Hamil
Ketika akhirnya kaum Yahudi kalah lewat perang, Rasulullah juga tetap mendengarkan mereka. Rasulullah sebenarnya ingin mengusir kaum Yahudi dari Khaibar. Namun kaum Yahudi yang tersisa memohon agar tetap dibolehkan tinggal di Khaibar. Sebagai gantinya, mereka berjanji akan menyerahkan upeti sebanyak setengah hasil bumi kepada kaum muslimin.
Tawaran tersebut diterima Rasulullah. Beliau mengizinkan kaum Yahudi tetap tinggal di Khaibar, dengan harapan suatu hari mereka mendapat hidayah dan mau memeluk Islam. Rasulullah juga mengajukan syarat, bahwa kaum muslimin bisa mengusir mereka jika terjadi peristiwa yang tidak diinginkan di kemudian hari.