Umroh.com – Itikaf biasa dilakukan saat bulan Ramadhan. Secara bahasa, itikaf berasal dari kata ‘’akafa-ya’kufu-ukufan’’ yang berarti tetap pada sesuatu. Sementara menurut Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi dalam Fadhilah Ramadhan, itikaf adalah berdiam di dalam masjid dengan niat itikaf atau berdiam diri.
Pengertian Itikaf Ramadhan
Menurut Sayyid Sabiq dalam Fikih Sunnah, i’tikaf adalah menetap di suatu tempat dan berdiam diri tanpa meninggalkan tempat itu, baik untuk melakukan amal kebaikan maupun kejahatan.
Allah SWT berfirman, ‘’(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, ‘’Patung-patung apakan ini yang kamu tekun beribadah kepadanya?’’ (QS Al-Anbiya [21]:52).
Baca juga: Apa Itu Malam 17 Ramadhan? Yuk Simak Penjelasannya di Sini!
Sayyid Sabiq menjelaskan, maksud dari ayat tersebut yakni mereka menetap di tempat itu dengan tujuan beribadah kepada patung-patung itu. Namun, kata dia, i’tikaf yang dimaksud dalam ajaran Islam adalah menetap dan tinggal di masjid dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Makna Itikaf
Umroh.com merangkum, secara bahasa i’tikaf bermakna: menetap, mengurung diri, atau terhalangi. Allah SWT berfirman: ‘’… tetapi janganlah kamu campuri mereka itu (istri-istri), sedang kamu menetap dalam masjid (ber’itikaf)…’’ (Al-Baqarah [2]: 187).
Al-Marghainani mendefinisikan i’tikaf dengan menetap dalam masjid yang disertai puasa dan niat itikaf. Menurut Muhammad bin Faramuz, i’tikaf adalah menetapnya seorang laki-laki dalam masjid, sendirian atau berjamaah, atau menetapnya seorang perempuan dalam rumahnya (ruangan khusus) dengan niat i’tikaf.
Dalil Disyari’atkannya I’tikaf
Ibnul Mundzir mengatakan, “Para ulama sepakat bahwa i’tikaf itu sunnah, bukan wajib kecuali jika seseorang mewajibkan bagi dirinya bernadzar untuk melaksanakan i’tikaf.”
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Namun pada tahun wafatnya, Beliau beri’tikaf selama dua puluh hari”
Waktu itikaf yang lebih afdhol adalah di akhir-akhir ramadhan (10 hari terakhir bulan Ramadhan) sebagaimana hadits ‘Aisyah, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya kemudian isteri-isteri beliau pun beri’tikaf setelah kepergian beliau.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dengan tujuan untuk mendapatkan malam lailatul qadar, menghilangkan segala kesibukan dunia, sehingga mudah bermunajat dengan Rabbnya, banyak berdo’a dan banyak berdzikir.
1. I’tikaf Harus Dilakukan di Masjid
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“(Tetapi) janganlah kamu campuri mereka sedang kamu beri’tikaf dalam masjid” (QS. Al Baqarah:187)
Demikian juga dikarenakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu juga istri-istri beliau melakukannya di masjid, dan tidak pernah di rumah sama sekali. Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Para ulama sepakat bahwa disyaratkan melakukan i’tikaf di masjid.”
Mau jadi tamu istimewa Allah di Tanah Suci? Yuk temukan paketnya cuma di Umroh.com!
[xyz-ihs snippet="Iframe-Package"
2. Itikaf Boleh di Masjid Mana Saja
Menurut mayoritas ulama, i’tikaf disyari’atkan di semua masjid karena keumuman firman Allah di atas (yang artinya) “Sedang kamu beri’tikaf dalam masjid”
Imam Bukhari membawakan Bab dalam kitab Shahihnya, “I’tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramdhan dan i’tikaf di seluruh masjid.”
Ibnu Hajar menyatakan, “Ayat tersebut (surat Al Baqarah ayat 187) menyebutkan disyaratkannya masjid, tanpa dikhususkan masjid tertentu”
Para ulama selanjutnya berselisih pendapat masjid apakah yang dimaksud. Apakah masjid biasa di mana dijalankan shalat jama’ah lima waktu ataukah masjid jaami’ yang diadakan juga shalat jum’at di sana?
Imam Malik mengatakan bahwa i’tikaf boleh dilakukan di masjid mana saja (asal ditegakkan shalat lima waktu di sana) karena keumuman firman Allah Ta’ala,
وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“sedang kamu beri’tikaf dalam masjid”(QS. Al Baqarah: 187)
Namun Imam Asy Syafi’i rahimahullah menambahkan syarat, yaitu masjid tersebut diadakan juga shalat Jum’at.[12] Tujuannya di sini adalah agar ketika pelaksanaan shalat Jum’at, orang yang beri’tikaf tidak perlu keluar dari masjid.
Kenapa disyaratkan di masjid yang ditegakkan shalat jama’ah? Ibnu Qudamah katakan, “Shalat jama’ah itu wajib (bagi laki-laki). Jika seorang laki-laki yang hendak melaksanakan i’tikaf tidak berdiam di masjid yang tidak ditegakkan shalat jama’ah, maka bisa terjadi dua dampak negatif: (1) meninggalkan shalat jama’ah yang hukumnya wajib, dan (2) terus menerus keluar dari tempat i’tikaf padahal seperti ini bisa saja dihindari. Jika semacam ini yang terjadi, maka ini sama saja tidak i’tikaf. Padahal maksud i’tikaf adalah untuk menetap dalam rangka melaksanakan ibadah pada Allah.”
Punya rencana untuk berangkat umroh bersama keluarga? Yuk wujudkan rencana Anda cuma di Umroh.com!
Itulah pengertian itikaf Ramadhan. Semoga artikel ini bermanfaat dan bisa memberikan banyak kebaikan. Aamiin!