1
Sejarah Islam

Bukan Nabi Muhammad, Ini Sosok yang Menulis Al Quran

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr
Advertisements
webinar umroh.com

Nabi Muhammmad mendapatkan mukjizat menyampaikan pesan-pesan dari firman Allah melalui perkataan lantutan ayat suci Al Quran. Namun Nabi Muhammad SAW tidak tahu bagaimana membaca dan menulis. Dia tidak memiliki kapasitas untuk menulis Al Quran. Al Quran bahkan mencatat bahwa Nabi Muhammad SAW, menjadi Nabi pada usia 40 tahun, tidak pernah menulis buku atau apa pun sebelumnya.

“Muhammad, kamu tidak pernah membaca kitab sebelum Al Quran dan tidak pernah menulis suatu kitab dengan tangan kananmu. Seandainya kamu pernah membaca dan menulis, niscaya orang-orang yang mengingkarinya akan ragu. Sebenarnya, Al-Quran itu adalah ayat-ayat yang jelas di dalam hati orang-orang berilmu. Hanya orang-orang zalim yang mengingkari ayat-ayat Kami.” (QS Al Ankabut: 48-49).

Baca juga: Keajaiban Al Quran Menurut Ahli Geologi

Lalu bagaimana ia bisa tiba-tiba menulis sebuah kitab yang menjadi maha karya? Al Quran terungkap di zaman keemasan Arab di mana orang-orang Arab menguasai bahasa, membacakan puisi sesuai permintaan, namun mereka tidak dapat menyamai keindahan linguistiknya. Pada abad berikutnya, para ahli tata bahasa menggunakannya sebagai referensi untuk tata bahasa Arab. Untuk mengklaim bahwa Nabi Muhammad SAW, seorang yang tidak berpendidikan, dan pembuatannya tidak berdasarkan pada bukti nyata dari hidupnya.

bukan nabi muhammad, ini sosok yang menulis al quran
source: shutterstock

Umroh.com merangkum, Rasullullah SAW telah mengangkat para penulis wahyu Al Quran dari sahabat-sahabat terkemuka, seperti Ali bin Abi Thalib ra, Muawiyah ra, ‘Ubai bin K’ab ra, dan Zaid bin Tsabit ra. Setiap ada ayat turun, beliau memerintahkan mereka menulisnya dan menunjukkan tempat ayat tersebut dalam surah, sehingga penulisan pada lembar itu membantu penghafalan di dalam hati.

Di samping itu sebagian sahabat juga menuliskannya yang turun itu atas kemauan mereka sendiri, tanpa diperintah oleh Rasulullah SAW. Mereka menuliskannya pada pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Zaid bin Sabit ra. berkata,”Kami menyusunnya dihadapan Rasulullah pada kulit binatang.” Ini menunjukkan betapa besar kesulitan yang dipikul para sahabat dalam menulis Al Quran. Alat-alat tulis tidak cukup tersedia bagi mereka, selain sarana-sarana tersebut. Dan dengan demikian, penulisan Al Quran ini semakin menambah hafalan mereka.

Baca juga: Jangan Lupa Baca Al Quran dan Terjemahannya dengan Mudah di Sini

Selain itu malaikat Jibril as membacakan kembali ayat demi ayat Al-Quran kepada Rasulullah SAW pada malam-malam bulan Ramadan pada setiap tahunnya. Abdullah bin Abbas ra. berkata,”Rasulullah adalah orang paling pemurah dan puncak kemurahan pada bulan Ramadan, ketika ia ditemui oleh malaikat Jibril as. Beliau SAW ditemui oleh malaikat Jibril as setiap malam, dimana Jibril membacakannya kepada beliau, dan ketika itu beliau SAW sangat pemurah sekali.”

webinar umroh.com

Para sahabat senantiasa menyodorkannya kepada Rasulullah SAW baik dalam bentuk hafalan maupun tulisan. Tulisan-tulisannya pada masa Nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf, yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki orang lain. Para ulama telah menyampaikan bahwa segolongan dari mereka, diantaranya Ali bin Abi Thalib ra, Muaz bin Jabal ra, Ubai bin Ka’ab ra, Zaid bin Sabit ra. dan Abdullah bin Mas’ud ra. telah menghafalkan seluruh isinya dimasa Rasulullah. Dan mereka menyebutkan pula bahwa Zaid bin Sabit ra. adalah orang yang terakhir kali membacakannya dihadapan Nabi.

Kemudian Rasulullah SAW berpulang ke rahmatullah disaat Al Quran telah dihafal oleh ribuan para shahabat dan tertulis dalam mushaf dengan susunan seperti disebutkan diatas. Tiap ayat-ayat dan surah-surah dipisah-pisahkan, atau diterbitkan ayat-ayatnya saja dan setiap surah berada dalam satu lembar secara terpisah dalam tujuh huruf. Tetapi memang benar bahwa Al-Quran belum lagi dijilid dalam satu mushaf yang menyeluruh. Sebab Rasulullah SAW masih selalu menanti turunnya wahyu dari waktu ke waktu. Di samping itu terkadang pula terdapat ayat yang menasahh (menghapuskan) sesuatu yang turun sebelumnya.

Baca juga: Mengenal Lubna, Sosok Wanita Muslim dari Spanyol

Susunan atau tertib penulisannya itu tidak menurut tertib turunnya, tetapi setiap ayat yang turun dituliskan di tempat penulisan sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW. Beliau sendiri yang menjelaskan bahwa ayat anu harus diletakkan dalam surah anu. Andaikata (pada masa Nabi) Quran itu seluruhnya dikumpulkan diantara dua cover sampul dalam satu mushaf, hal yang demikian tentu akan membawa perubahan bila wahyu turun lagi.

Az-Zarkasyi berkata, “Al Quran tidak dituliskan dalam satu mushaf pada zaman Nabi agar ia tidak berubah pada setiap waktu. Oleh sebab itu, penulisannya dilakukan kemudian sesudah Al Quran turun semua, yaitu dengan wafatnya Rasulullah.”

bukan nabi muhammad, ini sosok yang menulis al quran
source: shutterstock

Dengan pengertian inilah ditafsirkan apa yang diriwayatkan dari Zaid bin Sabit ra. yang mengatakan,”Rasulullah telah wafat sedang Al-Quran belum dikumpulkan sama sekali.” Maksudnya ayat-ayat dalam surah-surahnya belum dikumpulkan secara tertib dalam satu mushaf.

Baca juga: Yuk Ajak Keluarga Anda untuk Pergi Umroh Bersama, Begini Cara Mudahnya

Al Katabi berkata,”Rasulullah tidak mengumpulkannya dalam satu mushaf itu karena ia senantiasa menunggu ayat nasikh terhadap sebagian hukum-hukum atau bacaannya. Sesudah berakhir masa turunnya dengan wafatnya Rasululah, maka Allah mengilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada para Khulafaurrasyidin sesuai dengan janjinya yang benar kepada umat ini tentang jaminan pemeliharaannya. Dan hal ini terjadi pertama kalinya pada masa Abu Bakar ra. atas pertimbangan usulan Umar ra.”