Dalam melaksanakan ibadah haji, tentunya terdapat ketentuan – ketentuan khusus yang nantinya harus dijalani oleh para jamaah haji. Salah satu ketentuan tersebut ialah rukun haji dan wajib haji. Ada perbedaan rukun haji dan wajib haji.
Rukun haji ini menjadi bagian inti ibadah haji. Rukun ini menentukan keabsahan ibadah haji. Rukun haji tidak dapat digantikan dengan denda lainnya. Lain halnya dengan wajib haji. Kalau salah satu wajib haji ditinggalkan, orang yang meninggalkannya dapat menggantinya dengan dam. Sementara hajinya tetap sah.
Bacfa Juga: Anda Bisa Mencari Berbagai Paket Umroh di sini.
Rukun Haji
Untuk mengetahui perbedaan rukun haji dan wajib haji, yang perytama akan dibahas adalah tentang rukun haji. Syekh Said bin Muhammad Ba’asyin dalam Buysral Karim menyebutkan bahwa :
فصل في أركان الحج أي أجزاء الحج والعمرة وهي التي يتوقف صحتهما عليها ولا تجبر بدم وغيره
Artinya, “Pasal mengenai rukun haji, yaitu bagian dari haji dan umrah. Rukun haji dan umrah adalah sesuatu yang menjadi keabsahan keduanya. Rukun tidak dapat ditutupi dengan dam atau lainnya,” (Lihat Syekh Said bin Muhammad Ba’asyin, Buysral Karim, [Beirut, Darul Fikr: 2012 M/1433-1434 H], juz II, halaman 516).
Abu Syuja dalam Taqrib, karyanya yang terkenal, menyebut secara rinci rukun haji. Menurutnya, rukun haji terdiri atas empat hal. Sementara wajib haji terdiri atas tiga hal.
وأركان الحج أربعة الإحرام مع النية و الوقوف بعرفة والطواف و السعي بين الصفا والمروة…وواجبات الحج غير الأركان ثلاثة أشياء الإحرام من الميقات ورمي الجمار الثلاث والحلق
Artinya, “Rukun haji ada empat: ihram beserta niat, wukuf di Arafah, tawaf, dan sa’i antara Shafa dan Marwa… Wajib haji di luar rukun haji ada tiga: ihram dari miqat, lempar tiga jumrah, dan cukur,” (Lihat Abu Syuja, Taqrib).
Abu Syuja menempatkan cukur ke dalam wajib haji, bukan rukun haji. Syekh Said bin Muhammad Ba’asyin dalam Buysral Karim berbeda dari Abu Syuja. Menurutnya, rukun haji terdiri atas lima hal. Salah satunya adalah cukur.
وأركان الحج خمسة الإحرام و الوقوف بعرفة والطواف والسعي والحلق
Artiny, “Rukun haji ada lima: ihram, wukuf di Arafah, tawaf, sa’i, dan cukur,” (Lihat Syekh Bafadhal Al-Hadhrami, Al-Muqaddimah Al-Hadhramiyyah pada Hamisy Buysral Karim, [Beirut, Darul Fikr: 2012 M/1433-1434 H], juz II, halaman 516).
Perbedaan keduanya dalam penyebutan rukun haji disinggung oleh KH Afifuddin Muhajir dalam karyanya Fathul Mujibil Qarib berikut ini.
ويشترط لصحته ثلاثة أمور الأول كونه سبع مرات والثانى أن يبدأ بالصفا ويختم بالمروة والثالثة أن يكون بعد طواف ركن أو قدوم، وبقي من أركان الحج الحلق والتقصير والمصنف عده من الواجبات لا من الأركان، ويجب أن يكون الإحرام متقدما غلى جميع الأركان السابقة
Artinya, “Syarat keabsahan sa’I ada tiga: pertama, sa’I itu tujuh kali. Kedua, titik mula di bukit Shafa dan titik akhir di bukit Marwah. Ketiga, sa’I dilakukan setelah tawaf rukun atau tawaf qudum. Rukun haji lainnya adalah cukur atau memendekkan rambut. Tetapi penulis Taqrib menganggapnya sebagai wajib haji, bukan rukun haji. Ihram wajib didahulukan dibandingkan rukun-rukun yang lain,” (Lihat KH Afifuddin Muhajir, Fathul Mujibil Qarib, [Situbondo, Al-Maktabah Al-Asadiyyah: 2014 M/1434 H] halaman 89).
Baca Juga: Tentang Niat Berhaji
Kalau mengikuti kategori yang dibuat oleh Syekh Ba’asyin, maka rukun haji ada lima:
1. Ihram
Ihram, yaitu pernyataan mulai mengerjakan ibadah haji atau umroh dengan memakai pakaian ihram disertai niat haji atau umroh di miqat.
2. Wukuf
Wukuf di Arafah, yaitu berdiam diri, dzikir dan berdo’a di Arafah pada tanggal 9 Zulhijah.
3. Tawaf Ifadah
Tawaf Ifadah, yaitu mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 kali, dilakukan sesudah melontar jumrah Aqabah pada tanggal 10 Zulhijah.
4. Sa’i
Sa’i, yaitu berjalan atau berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwah sebanyak 7 Kali, dilakukan sesudah Tawaf Ifadah.
5. Tahallul
Tahallul, yaitu bercukur atau menggunting rambut setelah melaksanakan Sa’i.
Semua rukun ini harus dikerjakan dalam ibadah haji. Rukun ini menentukan keabsahan haji.
Baca Lagi: Tetang Haji Mabrur
Wajib Haji
Kemudian untuk mengetahui perbedaan rukun haji dan wajib haji, selanjutnya akan membahas mengenai wajib haji.
Berbeda dengan wajib haji. Kalau salah satu wajib haji ditinggalkan, orang yang meninggalkannya dapat menggantinya dengan dam. Sementara hajinya tetap sah.
فصل واجبات الحج وهي ما يصح بدونها وكذا الاثم إن لم يعذر
Artinya, “Pasal mengenai wajib haji. Wajib haji adalah sejumlah hal yang mana haji itu tetap sah tanpanya, tetapi dosa bila wajib haji ditinggalkan tanpa uzur,” (Lihat Syekh Said bin Muhammad Ba’asyin, Buysral Karim, [Beirut, Darul Fikr: 2012 M/1433-1434 H], juz II, halaman 539).
Syekh Said Ba’asyin menyebutkan enam wajib haji sebagai berikut:
- Niat Ihram, untuk haji atau umrah dari Miqat Makani, dilakukan setelah berpakaian ihram.
- Mabit (bermalam) di Muzdalifah, pada tanggal 9 Zulhijah (dalam perjalanan dari Arafah ke Mina).
- Melontar Jumrah Aqabah, pada tanggal 10 Zulhijah yaitu dengan cara melontarkan tujuh butir kerikil berturut-turut dengan mengangkat tangan pada setiap melempar kerikil sambil berucap, “Allahu Akbar, Allahummaj ‘alhu hajjan mabruran wa zanban magfura(n)”. Setiap kerikil harus mengenai ke dalam jumrah jurang besar tempat jumrah.
- Mabit di Mina, pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah).
- Melontar Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah, pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah).
- Tawaf Wada’, yaitu melakukan tawaf perpisahan sebelum meninggalkan kota Mekah.
Baca Lagi: Sunnahnya Haji