Umroh.com – Hutang piutang dibolehkan dalam Islam, namun harus sesuai syariat. Jika hutang piutang melanggar syariat, maka kedua pihak (pemberi hutang maupun peminjam) akan terjerumus ke neraka. Adab hutang piutang pun perlu diperhatikan oleh kedua pihak.
Apabila seseorang yang berhutang tidak berniat mengembalikan, maka ia akan mendapat teguran dari Allah. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang meminjam harta orang lain dengan niat ingin mengembalikannya, Allah akan mengembalikan pinjaman itu, namun barangsiapa yang meminjamnya dengan niat ingin merugikannya, Allah pun akan merugikannya” (HR.Bukhari).
Baca juga: Hukum Menagih Hutang Telah Diatur di Al Quran
Adab Hutang Piutang dalam Islam
1. Hutang Piutang Ditulis dengan Kehadiran Saksi
Umroh.com merangkum, perkara hutang piutang diatur dalam Al Quran. Di surat Al Baqarah ayat 245, Allah berfirman bahwa hutang piutang sebaiknya didokumentasikan. Transaksi hutang piutang hendaknya ditulis, agar bisa menguatkan bukti dan menjadikan hati menjadi mantap (tidak ragu)..” (QS.Al Baqarah: 282).
Mencatat hutang bertujuan agar tidak timbul perselisihan akibat kesalahpahaman di kemudian hari. Ingatan manusia tidak selalu baik, karenanya catatan hutang diperlukan untuk merekam transaksi yang dilakukan.
Menghadirkan saksi dalam transaksi pinjaman juga merupakan adab hutang piutang. Anjuran ini tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 282. Allah berfirman, “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tidak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya.
Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil, dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu” (QS.Al Baqarah: 282).
Mau dapat tabungan umroh hingga jutaan rupiah? Yuk download aplikasinya di sini sekarang juga!
Barang Gadai Sebaiknya Disertakan
Selain catatan dan saksi, penguat kepercayaan lain yang disarankan oleh para ulama adalah adanya penjamin atau penanggung, dan gadai yang akan menjadi amanah bagi pemberi hutang. Sebab barang gadai biasanya lebih besar nilainya dari hutang yang diberikan.
Allah berfirman, “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah secara tidak tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang mengutangi). Tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya.” (QS.Al Baqarah: 283).
Jika ada peristiwa yang tidak diinginkan (misalnya hutang atau transaksi yang bermasalah), barang gadai tidak otomatis berpindah tangan. Kita tetap tidak dibolehkan mengambil keuntungan dari transaksi hutang piutang. Selain itu, biaya perawatan barang gadai juga ditanggung oleh orang yang berhutang sebagai pemilik.
2. Menghindari Riba dalam Hutang Piutang
Pemberian hutang, yang tadinya merupakan amalan, bisa menjadi perbuatan dosa jika disertai dengan riba. Riba terjadi jika pinjaman disertai dengan bunga atau keuntungan bagi orang yang meminjamkan.
Rasulullah bersabda, “Setiap utang yang memberikan keuntungan, maka (keuntungan) itu adalah riba.” (HR.Baihaqi).
Saat memberi pinjaman, kita tidak boleh memanfaatkan atau mengambil keuntungan dari peminjam. Ini akan membuat seseorang yang kesulitan menjadi semakin terhimpit. Rasulullah telah memperingatkan, “Barangsiapa yang meminjamnya dengan niat ingin merugikannya, Allah pun akan merugikannya” (HR.Bukhari).
3. Berhutang Dilakukan untuk Tujuan dan Niat yang Baik
Meminjam harta orang lain sebaiknya digunakan untuk tujuan yang baik. Jadi, hendaknya seseorang tidak melakukan pinjaman jika hanya didasari keperluan bermewahan, atau untuk tujuan maksiat.
Selain itu, meminjam harta orang lain juga hendaknya disertai dengan niat untuk mengembalikannya. Jangan sampai berhutang dengan harapan orang tersebut akan melupakan hutangnya. Atau merencanakan berbagai hal agar ia tidak bisa menagih hutangnya.
Walaupun kondisi kita tengah kesulitan saat meminjam, niat baik untuk mengembalikan akan membuat Allah ‘turun tangan’ membantu kita melunasinya. Sebaliknya, jika niat kita buruk, Allah akan memberikan peringatan. Allah Maha Mengetahui isi hati.
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang mengambil harta orang lain (berhutang) dengan tujuan untuk membayarnya (mengembalikannya), maka Allah akan tunaikan untuknya. Dan barangsiapa mengambilnya untuk menghabiskannya (tidak melunasi), maka Allah akan membinasakannya” (HR.Bukhari).
Hal-hal yang termasuk niat baik diantaranya tidak berhutang untuk menutupi hutang lain. Atau berhutang dengan niat tidak untuk meminta.
Yuk jadi tamu Allah di Tanah Suci dengan temukan paketnya cuma di Umroh.com!
[xyz-ihs snippet="Iframe-Package"]
4. Melunasi Hutang dengan Cara yang Baik
Kebaikan orang yang memberi hutang hendaknya juga dibalas dengan kebaikan. Sebagaimana Rasulullah mengembalikan hutangnya dengan barang yang lebih baik.
Dituturkan oleh Abu Hurairah, “Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mempunyai hutang kepada seseorang, (yaitu) seekor unta dengan usia tertentu. Orang itupun datang menagihnya. (Maka) beliaupun berkata, “Berikan kepadanya” kemudian mereka mencari yang seusia dengan untanya, akan tetapi mereka tidak menemukan kecuali yang lebih berumur dari untanya. Nabi (pun) berkata: “Berikan kepadanya”, Dia pun menjawab, “Engkau telah menunaikannya dengan lebih. Semoga Allah membalas dengan setimpal”. Maka Nabi bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik dalam pengembalian (hutang)” (HR.Bukhari).
Jabir bin Abdullah juga menuturkan, “Aku mendatangi Rasulullah di masjid. Sedangkan beliau mempunyai hutang kepadaku. Lalu beliau membayarnya dan menambahkannya.” (HR.Bukhari).
5. Hutang Dilakukan karena Darurat
Meminjam harta kepada orang lain atau berhutang sebaiknya dilakukan karena alasan darurat. Dimana sudah tidak ada jalan keluar lainnya.
6. Segera Membayar Hutang
Hutang sebaiknya segera dibayar. Tidak dibolehkan seseorang sengaja melambat-lambatkan pembayaran hutang. Karena hal tersebut termasuk perbuatan dzalim.
Rasulullah bersabda, “Memperlambat pembayaran hutang yang dilakukan oleh orang kaya merupakan perbuatan dzalim. Jika salah seorang kamu dialihkan kepada orang yang mudah membayar hutang, maka hendaklah beralih (diterima pengalihan tersebut)” (HR.Bukhari dan Muslim).
Jika memang benar-benar tidak mampu membayar hutang sesuai waktu yang dijanjikan, hendaknya segera memberi kabar. Tujuannya agar tidak terjadi kesalahpahaman atau perasaan tidak enak yang akan merusak hubungan baik.
Kepada orang yang benar-benar tidak mampu membayar hutang tepat waktu, memberikan penangguhan adalah sebuah amal sholeh. Allah akan memberikan balasan yang baik terhadap perbuatan mulia tersebut.
Punya rencana untuk berangkat umroh bersama keluarga? Yuk wujudkan rencana Anda cuma di Umroh.com!
Allah berfirman, “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui.” (QS.Al Baqarah: 280).
Rasulullah juga bersabda, “Barangsiapa yang ingin dinaungi Allah dengan naungan-Nya (pada hari kiamat, pen), maka hendaklah ia menangguhkan waktu pelunasan hutang bagi orang yang sedang kesulitan, atau hendaklah ia menggugurkan hutangnya” (HR.Ibnu Majah).