1
Serba-serbi Ramadhan

Perhatikan Baik-baik! Ini Dalil Puasa Qadha

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr
Advertisements
webinar umroh.com

Umroh.com – Meninggalkan puasa Ramadhan tanpa alasan yang jelas termasuk diharamkan. Namun Allah memberi keringanan bagi mereka yang benar-benar tidak mampu melakukannya. Puasa Ramadhan boleh ditinggalkan jika memiliki alasan jelas (misalnya sakit, musafir, atau haid). Puasa yang ditinggalkan itu wajib diganti di kemudian hari, seusai bulan Ramadhan (qadha). Dalil puasa qadha berikut ini menjadi pedomannya.

Dalil Puasa Qadha

Orang yang Sakit atau Musafir Boleh Mengqadha Puasa

Ada keringanan dalam menjalankan ibadah puasa wajib bagi musafir atau orang yang sakit. Keduanya dibolehkan tidak berpuasa dan jumlah puasa yang ditinggalkan harus di-qadha di hari lain.

Baca juga: Catat! Yuk Pahami Hukum Membatalkan Puasa Qadha

Allah berfirman, “(Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS.Al Baqarah: 184).

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS.Al Baqarah: 185).

Firman tersebut disampaikan Allah setelah perintah berpuasa di ayat 183. Sementara ayat 184 menjelaskan tentang kasih sayang Allah yang mengizinkan mereka yang sakit atau dalam perjalanan untuk berbuka (tidak berpuasa), dan bisa menggantinya di hari lain. Di ayat 185, tertulis jelas bahwa Allah menghendaki kemudahan bagi hamba-Nya, dan tidak menginginkan kesulitan menimpa kita. Memahami dalil puasa qadha ini akan membuat kita mengenal keagungan Allah, sehingga kita semakin mudah untuk bersyukur kepada-Nya.

Hanya di Umroh.com, Anda akan mendapatkan tabungan umroh hingga jutaan rupiah! Yuk download aplikasinya sekarang juga!

– Penjelasan Para Ulama

Untuk memahami dalil puasa qadha ini, para ulama memberi penjelasan bahwa musafir yang dibolehkan tidak berpuasa adalah meraka yang sedang melakukan perjalanan jauh, dan jika berpuasa akan mengakibatkan mudharat. Jarak perjalanan yang dibolehkan untuk meng-qadha sama dengan jarak yang dibolehkan untuk meg-qashar shalat, yaitu empat burud (antara 40-48 mil, atau 81 kilometer).

Perjalanan yang dibolehkan untuk tidak berpuasa adalah yang dilakukan di malam hari, dan sebelum subuh telah melewati batas tempat tinggalnya. Jika perjalanan dilakukan setelah terbit fajar, maka seorang musafir tidak boleh berbuka dan wajib berpuasa penuh. Sedangkan jika musafir yang sudah (dan masih) dalam keadaan pergi ingin membatalkan puasanya, maka dibolehkan karena mereka masih memiliki alasan untuk tidak berpuasa.

webinar umroh.com

Selain itu, perjalanan yang ditempuh adalah untuk urusan mubah, bukan maksiat. Perjalanan yang mubah misalnya adalah untuk mencari nafkah, bersilaturahim, dan sebagainya.

Hal demikian juga berlaku bagi orang yang sakit. Jika dengan berpuasa akan memperparah sakitnya, maka dibolehkan untuk tidak berpuasa. Selain itu jika di pagi hari ia berpuasa, kemudian tertimpa sakit, maka dibolehkan untuk berbuka.

Namun perlu diingat. Apabila seorang musafir telah bermukim dan orang yang sakit telah sembuh, maka haram baginya untuk berbuka atau tidak berpuasa.

Wanita Haid Boleh Mengqadha Puasa

Aisyah ra. menuturkan bahwa, “Kami dulu mengalami haidh. Kami diperintarkan untuk mengqodho puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengqodho’ shalat.” (HR.Muslim)

Para ulama menjelaskan, larangan berpuasa bagi wanita haid bukan karena tidak suci, namun larangan itu bersifat ta’abbudi (hal yang sifatnya ibadah saja). Jadi wanita yang haid boleh mengqadha puasa kapan saja. Kecuali di hari-hari yang diharamkan untuk berpuasa.

Bagi wanita yang haidnya terputus-putus, para ulama memberikan batasan bahwa hari-hari haid (ketika darah keluar secara jelas) adalah 15 hari. Selama 15 hari itu tetap dihukumi haid dan wajib mengqadha (walaupun ada pendapat ulama yang membolehkan hari yang bersih diperbolehkan untuk berpuasa dan tidak wajib meng-qadha). Namun, sebagai kehati-hatian, kita disarankan untuk mengambil batas 15 hari tersebut.

Mau jadi tamu Allah di Tanah Suci? Yuk temukan paketnya cuma di Umroh.com!

[xyz-ihs snippet="Iframe-Package"]

Boleh Menqadha puasa hingga bulan Sya’ban

Aisyah ra. pernah menunda mengqadha puasa hingga bulan Sya’ban, sebagaimana dituturkan Abu Salamah. Aisyah menuturkan, “Dulu aku memiliki utang puasa Ramadhan, sementara aku tidak bisa mengqadha’nya kecuali sampai bulan Sya’ban, karena sibuk melayani Rasulullah” (HR.Bukhari dan Muslim).

Dalil tentang qadha puasa itu menunjukkan bahwa seseorang boleh memundurkan waktu membayar hutang puasa. Namun, akan lebih baik jika ada alasan kuat yang mendasari kita melakukan itu, karena hutang puasa memang lebih baik jika segera diqadha. Seperti Aisyah yang sholehah, yang sibuk memberikan pelayanan dan mengurus Rasulullah dalam dakwah beliau, sehingga tidak sempat meng-qadha puasa.

– Dilarang Puasa Setelah Pertengahan Sya’ban

Di samping itu, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ada yang melarang untuk berpuasa setelah pertengahan Sya’ban, dan ada yang membolehkannya. Itu karena ada hadis Rasulullah yang dituturkan Abu Hurairah yang mengharamkan puasa di pertengahan Sya’ban. Rasulullah bersabda, “Jika sudah masuk pertengahan Sya’ban, janganlah berpuasa” (HR.Abu Daud, At Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Sementara ulama yang membolehkan mendasarkan pada hadis yang dituturkan Ummu Salamah ra dan Ibnu Umar ra. Ummu Salamah menuturkan, “Aku belum pernah melihat Rasulullah berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali puasa Sya’ban dan Ramadhan’. Sementara Ibnu Umar berkata, “Rasulullah menyambung puasa Sya’ban dengan puasa Ramadhan” (Hadis ini ditakhrij oleh At Thahawi).

Punya rencana untuk berangkat umroh bersama keluarga? Yuk wujudkan rencana Anda cuma di Umroh.com!

Karena itu, para ulama menyarankan untuk berhati-hati dan membayar qadha sesegera mungkin. Jika tidak memungkinkan, boleh meng-qadha di bulan Sya’ban, namun tetap diusahakan untuk mengqadha puasa sebelum pertengahan Sya’ban.

Tommy Maulana

Alumni BUMN perbankan yang tertarik berkolaboraksi dalam bidang SEO, Umroh, Marketing Communication, Public Relations, dan Manajemen Bisnis Ritel.