Kemiskinan dari zaman Rasulullah hingga zaman modern kini semakin merajalela. Suatu konflik dalam bidang perekonomian ini sebagai masalah utama salah satunya pada zaman Rasulullah. Upaya penanganan kemiskinan harus pula dipahami sebagai persoalan universal dan harus dilakukan secara menyeluruh.
Islam mengajarkan bahwa penanganan masalah kemiskinan bukanlah sebagai tugas individu dan suatu kelompok, tetapi menjadi tanggung jawab kolektif. Islam sangat menekankan sisi persaudaraan sesama Muslim dalam memperkuat keutuhan masyarakatnya, terutama dalam bidang ekonomi. Ikatan akidah islamiyah mengikat seluruh umatnya dalam tali persaudaraan, gotong royong dan saling membantudalam kebaikan dan taqwa, seperti persaudaraan yang diikat antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar.
Baca juga: Wajib Tahu, Ini Kisah Telaga Nabi yang Ada di Akhirat
Umroh.com merangkum, ketika kaum Muhajirin berhijrah dari Mekah ke Madinah, mereka menghadapi problematika sosial dan ekonomi, berkaitan dengan kelangsungan hidup, mata pencaharian dan tempat tinggal. Kaum Muhajirin tidak memiliki modal, sebab seluruh harta mereka sudah ditinggalkan. Mereka juga tidak memiliki lahan pertanian di Madinah.
Bahkan mereka juga tidak berpengalaman di bidang pertanian. Maka, ketika kaum Anshar menawarkan agar Nabi membagi kebun kurma mereka untuk kaum Muhajirin, beliau menolaknya. Akhirnya kaum Anshar tetap memiliki kebun mereka, namun hasilnya dinikmati bersama.
Baca juga: Cara Mudah untuk Mendekatkan Diri Anda dengan Allah Cukup Lakukan Hal Ini
Kaum Anshar pun rela menghibahkan rumah-rumah mereka kepada Nabi SAW, namun beliau menolaknya. Rasulullah SAW membangun rumah-rumah untuk kaum Muhajirin di areal tanah yang dihibahkan oleh kaum Anshar dan di areal tanah yang tak bertuan.
Selain kisah antara Kaum Muhajirin dan Anshar yang berkolaborasi untuk menangani permasalahan sosial yang dihadapi, terdapat suatu kisah yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, yang memperlihatkan bagaimana Islam menunjukkan cara yang visioner dalam menyikapi kemiskinan.
Suatu ketika ada seorang pengemis dari kalangan Anshar datang meminta-minta kepada Rasulullah SAW. Lalu beliau bertanya kepada pengemis tersebut, “Apakah kamu mempunyai sesuatu di rumahmu?” Pengemis itu menjawab, “Tentu, saya mempunyai pakaian yang biasa saya pakai sehari-hari dan sebuah cangkir.” Rasul berkata, “Ambil dan serahkan ke saya!” Lalu pengemis itu menyerahkannya kepada Rasulullah, kemudian Rasulullah menawarkannya kepada para sahabat, “Adakah di antara kalian yang ingin membeli ini?” Seorang sahabat menyahut, “Saya beli dengan satu dirham.” Rasulullah menawarkannya kembali,”Adakah di antara kalian yang ingin membayar lebih?” Lalu ada seorang sahabat yang membelinya dengan harga dua dirham.
Rasulullah menyuruh pengemis itu untuk membelikan makanan dengan uang tersebut untuk keluarganya, dan selebihnya, Rasulullah menyuruhnya untuk membeli kapak. Rasullulah bersabda, “Carilah kayu sebanyak mungkin dan juallah, selama dua minggu ini aku tidak ingin melihatmu.” Sambil melepas kepergiannya, Rasulullah pun memberinya uang untuk ongkos.
Baca juga: Ada Cara Mudah untuk Mengajak Keluarga Anda Pergi Umroh Bersama, Begini Caranya
Setelah dua minggu, pengemis itu datang lagi menghadap Rasulullah sambil membawa uang sepuluh dirham hasil dari penjualan kayu. Lalu Rasulullah menyuruhnya untuk membeli pakaian dan makanan untuk keluarganya, seraya bersada, “Hal ini lebih baik bagi kamu, karena meminta-meminta hanya akan membuat noda di wajahmu di akhirat nanti. Tidak layak bagi seseorang meminta-minta kecuali dalam tiga hal, fakir miskin yang benar-benar tidak mempunyai sesuatu, utang yang tidak bisa terbayar, dan penyakit yang membuat sesorang tidak bisa berusaha.” (H.R. Abu Daud).
Dalam hal ini, Rasulullah SAW mengajarkan bahwa segala sesuatu dimiliki seseorang sebenarnya dapat digunakan untuk hal yang produktif. Sejelek dan seburuk apapun sesuatu yang kita miliki, sebenarnya ia tetap bernilai, tergantung bagaimana kita memanfaatkannya.
Kebijakan Nabi Muhammad Memberantas Kemiskinan
1. Seruan bekerja bagi yang ada kemampuan dan diharamkan memakan barang sedekah.
Dalam hal ini beliau bersabda,
Artinya: Abu Hurairah meriwayatkan, katanya: Rasulullah saw bersabda: Barang sedekah tidak halal bagi orang kaya dan bagi orang yang masih kuat bekerja. (H.R. Lima Imam).
2. Seruan kerja ini tidak harus di tempat sendiri, bahkan bila perlu merantau ke daerah lain
Artinya: Abu Hurairah meriwayatkan, bahwa Nabi sSaw bersabda: Merantaulah kalian (mencari rizki) maka, kamu akan sehat, dan beperanglah kamu, maka kamu akan diberi kecukupan (H.R. Ahmad).
3. Pemberian modal oleh orang kaya, dengan sistem bagi hasil (mudharabah).
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah menyatakan, “Banyak orang dikalangan kami yang mempunyai kelebihan tanah, yang mereka sewakan kepada orang lain dengan bagi hasil per sepertiga dan per seperempat. Lalu Nabi saw bersabda: Barangsiapa yang mempunyai kelebihan tanah maka hendaklah ditanami, atau menyerahkan kepada saudaranya untuk menanaminya. Jika dia menolak maka tahanlah dia.” (H.R. Ibnu Majah).
4. Menjadikan para pekerja/buruh sebagai mitra.
Sebagaimana diisyaratkan oleh Al-Qur’an surat Zuhruf 32, yang selanjutnya dijabarkan oleh Nabi saw dengan memberi bantuan pekerja yang kurang mampu. Katanya:
Abu Dzar meriwayatkan dari Nabi saw, beliau bersabda kepadaku: Barangsiapa yang oleh Allah diberi seorang pembantu di bawah kekuasaannya, maka berilah dia makan seperti apa yang dia makan, dan berilah pakaian seperti apa yang dia pakai dan janganlah dia diberi pekerjaan di luar kemampuannya, dan jika (terpaksa) memberi pekerjaan yang berat, maka bantulah dia.”(H.R. Bukhari dan Muslim).
Baca juga: Hikmah yang Tersembunyi di Balik Kisah Tsa’labah
5. Menjadikan hasil kerja sendiri itu sebagai hasil yang terbaik.
Miqdam meriwayatkan dari Nabi saw, beliau bersabda: “Tidaklah seorang pun makan makanan yang terbaik, selain makan dari hasil kerja tangannya sendiri, dan sesungguhnya nabiyullah Daud makan dari hasil kerja tangannya sendiri.” (H.R. Bukhari).
Penangggulangan kemiskinan tidak bisa hanya sekedar bantuan sosial yang akan membuat si miskin bergantung. Islam mengajarkan bahwa setiap manusia memiliki potensi luar biasa yang bisa digunakan untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Untuk keluar dari kemiskinan, setiap manusia harus dididik, diarahkan, diberi akses, diberi sarana yang sesuai dengan kapasitasnya.
Demikian sebagian teladan Rasulullah SAW dalam mengatasi kemiskinan dan semoga kita bisa mengambil makna dari setiap teladan yang dicontohkannya.