Orang yang telah berani bersaksi, berarti berpegang teguh pada apa yang diketahuinya. Dengan mengucapkan kalimat syahadat, berarti kamu meyakini empat hal di dalamnya. Itulah rukun syahadat. Meyakini Dzat Allah, meyakini sifat Allah, meyakini perbuatan Allah, dan meyakini kebenaran Rasulullah. Apa saja isi rukun syahadat?
Baca juga: Setelah Rukun Syahadat, Ini Penjelasan Makna Dua Kalimat Syahadat
Meyakini Dzat Allah SWT
Rukun syahadat ini berisi tentang keyakinan bahwa Allah SWT ada. Alam semesta ini ada karena ada Dzat yang menciptakannya, yaitu Allah. Kita bisa melihat keberadaan Allah dari tanda-tanda yang tampak di alam semesta. Seperti keberadaan langit dan bumi, bergantinya siang dan malam, serta air yang mengalir.
Baca juga: Cari Paket Umroh Anda yang Sesuai Budget di Sini
Tanda-tanda keberadaan Allah ini digambarkan dalam surat Al Baqarah ayat 164. Allah berfirman, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih berganti malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sesungguhnya itu adalah tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”.
Baca juga: Sudah Sholat Hari Ini? Yuk Lihat Jadwal Sholatnya di Sini
Allah juga mengajak manusia untuk berpikir tentang keberadaan segala sesuatu yang dilihatnya. Apakah tercipta dengan sendirinya, atau ada Dzat yang menciptakannya. Di surat At Thur ayat 35 dan 36, Allah berfirman, “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri?). Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan)”.
Allah telah menciptakan langit dan bumi, begitu juga surga dan neraka. Karena itu, kita hendaknya senantiasa merasakan kehadiranNya dan memohon hanya kepadaNya. Orang yang selalu mengingat Allah sambil duduk dan berbaring, atau diam adalah orang yang menggunakan akalnya. Di surat Ali Imran ayat 190-191, Allah berfirman, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.
Meyakini Sifat Allah
Allah adalah zat yang maha sempurna. Dia memiliki sifat yang sempurna, dan mustahil memiliki sifat kebalikannya. Orang yang sudah mengucapkan syahadat, hendaknya meyakini sifat-sifat sempurna yang melekat padaNya. Ada 20 sifat wajib Allah yang digolongkan menjadi 4, yaitu:
- Sifat Nafsiyah, yang berhubungan dengan Dzat Allah. Hanya ada satu, yaitu wujud.
- Sifat Salbiyah, yang meniadakan sifat sebaliknya (tidak sesuai atau tidak layak dengan kesempurnaan Dzat Allah). Ada lima sifat Salbiyah, yaitu qidâm, baqâ’, mukhâlafatu lil hawâditsi, qiyâmuhu binafsihi, dan wahdâniyat.
- Sifat Ma’ani, sifat-sifat abstrak yang wajib ada pada Allah. Ada tujuh sifat Ma’ani, yaitu qudrat, irâdat, ‘ilmu, hayât, sama’, bashar, kalam.
- Sifat Ma’nawiyah, yang merupakan kelaziman dari sifat ma’ani. Sifat ma’nawiyah ini tidak bisa berdiri sendiri, karena setiap sifat ma’ani selalu ada sifat ma’nawiyah. Misalnya sifat ‘Ilm, dimana Dzat pemilik sifat tersebut mempunyai kondisi kaunuhu ‘âliman (keberadaannya sebagai Dzat yang berilmu). Sama seperti sifat ma’ani, sifat ma’nawiyah juga ada tujuh.
Sementara itu, meyakini sifat Allah berarti memiliki keyakinan sebagai berikut:
- Meyakini secara mantap (tanpa ragu) bahwa Allah memiliki sifat kesempurnaan yang layak bagi keagunganNya.
- Meyakini secara mantap (tanpa ragu) bahwa Allah mustahil memiliki segala sifat kekurangan yang tidak layak bagi keagunganNya.
- Meyakini secara mantap (tanpa ragu) bahwa Allah boleh melakukan atau meninggalkan segala hal yang bersifat jaiz (mimkin), misalnya menghidupkan manusia atau membinasakannya.
- Meyakini Perbuatan Allah SWT
Allah memiliki sifat berbeda dengan makhluknya. Karena itu, perbuatan Allah juga berbeda dengan makhlukNya. Para ulama mengajarkan bahwa Allah SWT adalah Dzat Maha Kuasa yang mampu melakukan segala sesuatu tanpa perantara. Tidak seperti manusia yang membutuhkan alat bantu atau perantara, atau bantuan orang lain.
Allah adalah Dzat yang jika berkata “jadi”, maka jadilah. Sebagaimana firman Allah dalam surat Yasin ayat 82, “Sesungguhnya urusanNya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu”.
Selain tidak membutuhkan perantara atau bantuan apapun, Allah juga tidak melakukan sesuatu karena adanya kebutuhan. Tidak seperti manusia yang melakukan suatu pekerjaan karena terdorong kebutuhan di baliknya. Misal memasak karena lapar dan harus makan.
Walaupun tidak didasarkan pada kebutuhan, segala sesuatu yang dilakukan Allah tidak ada yang sia-sia. Semua yang dilakukan Allah pasti ada manfaatnya. Sebagaimana dijelaskan surat Al Mukminun ayat 115, “Maka apakah kamu mengira, bahwa Kami menciptakan kamu main-main (tanpa ada maksud) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?”
Meyakini Kebenaran Rasulullah Muhammad SAW
Orang yang mengucapkan syahadat harus yakin dan mengakui bahwa Nabi Muhammad merupakan utusan Allah. Nabi Muhammad diutus bagi seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Mereka yang mengucapkan syahadat dan mengaku beriman hendaknya senantiasa melaksanakan anjurannya, menaati perintah beliau, dan membenarkan setiap ucapan beliau.
Mengakui keberadaan Nabi Muhammad sebagai utusan Allah bukan berarti menyembahnya selayaknya Tuhan yang Maha Kuasa. Mengucapkan syahadat juga berarti mengakui bahwa Nabi Muhammad adalah manusia, sehingga bukan untuk disembah atau diibadahi.