Umroh.com – Sholat seseorang tidak akan sah tanpa tubuh dan tempat yang suci. Karena itu, thaharah menjadi penting untuk kita perhatikan. Thaharah yaitu aktivitas membersihkan hadas dan najis. Alat thaharah serta tata cara thaharah pun dijelaskan Allah di dalam Al Quran dan diajarkan oleh Rasulullah.
Untuk melakukannya secara sempurna, kita membutuhkan alat atau media. Alat thaharah berikut ini terbilang sederhana. Bahkan jika tidak ada air, ada alat thaharah lain sebagai pengganti.
Baca juga: Ternyata Ini Pengertian Tasawuf yang Sebenarnya!
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Maidah ayat 6, “Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak menyucikan kamu dan menyempurnakan nikmatNya bagimu, supaya kamu bersyukur”.
Alat-alat Thaharah
1. Air
Air yang bisa digunakan sebagai alat thaharah hanya air yang bersih, suci, dan mensucikan. Istilahnya adalah air muthlaq, yaitu air yang sewajarnya atau masih murni.
Kita bisa menggunakan air yang berasal dari dalam bumi atau dari langit, selama suci dan mensucikan. Misalnya air hujan, air sungai, air laut, air sumur, embun, air danau, atau salju.
Sedangkan air musyammas hukumnya makruh jika dipakai sebagai alat thaharah. Air musyammas ialah air yang dipanaskan dengan matahari atau di tempat logam yang bukan emas.
Mau dapat tabungan umroh hingga jutaan rupiah? Yuk download aplikasinya di sini sekarang juga!
Selain itu, ada jenis air yang suci namun tidak mensucikan. Seperti air yang sudah digunakan untuk bersuci (air musta’mal), air teh, kopi (air yang sudah berubah warna, bau, dan rasanya).
Sementara air yang haram digunakan sebagai alat thaharah ialah air yang terkena najis (air mutanajis), kecuali jumlahnya hanya dua qullah. Rasulullah bersabda, “Jika air telah mencapai dua qullah, maka tidak ada sesuatu pun yang menajiskannya” (HR.Ibnu Majah dan Ad Darimi). Para ulama menjelaskan ukuran dua qullah kira-kira 200-216 liter. Atau air di dalam bak ukuran 1 m x 1 m x 0,2 m, atau 60 cm x 60 cm x 60 cm.
Air yang diperoleh dari mencuri atau mengambil tanpa ijin juga haram digunakan untuk bersuci.
Meyakinkan Diri Atas Kesucian Air
Umroh.com merangkum, bisa jadi kita berada dalam kondisi dimana kita meragukan kesucian air yang hendak digunakan untuk thaharah atau bersuci. Abu Ishak As-Syairozi (dalam kitab Al-Muhadzdzab) menjelaskan empat cara untuk meyakinkan diri atas kesucian air.
Pertama, kita yakin air yang ada termasuk suci dan kita ragu akan kenajisannya, maka air tersebut bisa digunakan untuk thaharah. Karena hukum asal air adalah tetap pada kesuciannya.
Kedua, kita yakin air yang ada termasuk najis dan ragu dengan kesuciannya, maka hukum asal air tetap pada kenajisannya. Sehingga air tersebut tidak bisa digunakan untuk berwudhu.
Ketiga, kita tidak yakin terhadap sucinya air dan juga tidak yakin dengan najisnya, maka air tersebut bisa digunakan untuk berwudhu. Karena hukum asal air adalah suci.
Keempat, kita mengetahui bahwa air telah berubah sifatnya walaupun tidak tahu apa yang menjadikan air ini berubah sifat, maka air tersebut bisa digunakan untuk berwudhu. Sebab lamanya air itu berdiam.
2. Permukaan Bumi
Jika tidak menemukan air sebagai alat thaharah, maka kita boleh menggunakan permukaan bumi atau sho’id yang suci. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Hudzaifah Ibnul Yaman r.a, Rasulullah bersabda, “Dijadikan bagi kami (umat Rasulullah) permukaan bumi sebagai thohur atau sesuatu yang digunakan untuk bersuci (tayamum) jika kami tidak menjumpai air”.
Menggunakan sho’id sebagai alat bersuci disebut dengan tayamum. Contoh sho’id untuk thaharah dengan tayamum adalah pasir, batu atau bebatuan, dan tanah baik yang lembab maupun kering.
Jadilah tamu Allah dengan temukan paketnya di Umroh.com!
[xyz-ihs snippet="Iframe-Package"]
Istinja’ dengan Batu
Sho’id berupa batu juga bisa digunakan untuk istinja, jika tidak menemukan air. Istinja merupakan aktivitas membersihkan kemaluan (dubur atau qubul) dari najis dan kotoran. Batu diyakini dapat menghilangkan wujud najis. Jika beristinja dengan batu, sebaiknya tetap disempurnakan dengan memakai air. Batu bisa menghilangkan wujud najis, sedangkan air bisa menghilangkan bekas najis tanpa tercampur. Karena najisnya telah diangkat oleh batu.
Beristinja dengan air adalah hal utama. Sebab air bisa menghilangkan wujud najis, sekaligus menghilangkan bekasnya. Namun jika terpaksa hanya ada batu untuk beristinja, maka ada beberapa langkah yang harus diperhatikan.
8 Syarat Istinja’ dengan Batu
Dijelaskan oleh Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadlrami dalam kitab Safinatun Naja. Ada delapan syarat jika beristinja dengan batu saja (tanpa air).
1. Menggunakan tiga buah batu. Ada keharusan untuk melakukan istinja dengan batu sebanyak tiga kali, baik menggunakan minimal tiga buah batu, atau tiga sisi batu. Jika dengan tiga batu itu belum juga bersih dari najis, maka wajib menambah batu hingga benar-benar bersih. Saat menambahkan batu untuk istinja, disunnahkan dengan bilangan ganjil. Walaupun sudah bersih dengan bilangan genap.
2. Batunya dapat membersihkan tempat keluarnya najis.
3. Najisnya belum kering. Bila najisnya telah kering, maka istinja’ tidak bisa dilakukan hanya dengan batu. Batu tidak bisa menghilangkan najis yang kering. Jadi harus menggunakan air untuk membersihkannya.
4. Najisnya belum pindah dari tempat yang terkenai saat keluar. Jika najis telah berpindah dan masih menyambung dengan tempat tersebut, maka tetap wajib membersihkannya dengan air. Jika najis yang berpindah tidak menyambung dengan tempat keluarnya, maka yang dibersihkan dengan air hanya najis yang berpindah. Najis yang ada pada tempatnya masih boleh dibersihkan hanya dengan batu.
5. Najisnya tidak terkena barang najis yang lain. Jika najis yang keluar sudah tersentuh dengan najis lain (baik basah atau kering) atau barang suci yang basah, maka istinja’ harus dilakukan dengan memakai air. Tidak cukup menggunakan batu saja.
6. Najisnya tidak melampaui shafhah (bagian bokong yang jika posisi berdiri menempel satu sama lain) dan hasyafah (tidak melampaui ujung zakar). Jika sudah melampauinya, maka istinja harus tetap dilakukan dengan air.
Punya rencana untuk berangkat umroh bersama keluarga? Yuk wujudkan rencana Anda cuma di Umroh.com!
7. Najisnya tidak terkena air (yang tidak diniatkan untuk membersihkan najis, walaupun suci). Air yang terkena bisa menjadi najis. Sehingga tidak sah jika beristinja’ menggunakan batu yang basah. Batu yang basah itu bisa menjadi najis.
8. Batunya suci, bukan batu mutanajis (batu yang terkena najis).