1
Serba-serbi Ramadhan

Sejarah Ngabuburit dan Perkembangan dalam Islam

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr
Advertisements
webinar umroh.com

Umroh.com – Bulan Ramadhan adalah bulan yang ditunggu dan di rindukan bagi umat muslim, dan sejarah ngabuburit sendiri tidak terlupakan. Banyak momen yang di rindukan di bulan Ramadhan, entah itu momen bangun pagi untuk sahur ataupun saat berbuka puasa bersama kehangatan keluarga. Pada bulan Ramadhan pastinya ada masanya kita ngabuburit.

Ngabuburit merupakan kegiatan menunggu waktu berbuka puasa. Istilah di dalam sejarah ngabuburit lebih familiar untuk anak-anak dan remaja yang memiliki banyak waktu kosong saat menjalankan ibadah puasa. Waktu kosong inilah yang disebut dengan ngabuburit.

Baca juga : 7 Tempat Ngabuburit Semarang yang Asyik Menunggu Adzan Magrib

Asal – Usul Kata Ngabuburit

Asal usul kata ngabuburit berasal dari bahasa Sunda “burit” yang memiliki arti waktu menjelang sore. Istilah tersebut merupakan penanda waktu dalam kurun 24 jam. Diantaranya “isuk” = pagi-pagi; “beurang” = siang hari; “burit” = sore hari; dan “peuting” = malam. Secara morfologis, ada beberapa istilah dalam bahasa Sunda yang memiliki kesamaan kata ngabuburit. Di antaranya adalah betah = ngabebetah (nyaman), nyeri= nganyenyeri, dan deuket = ngadeudeket (dekat). Kata –kata tersebut memiliki struktur sebagai berikut (awalan nga + pengulangan suku kata depan pada kata dasar + kata dasar). Contoh : Nga-bu-burit, nga-beu-beurang, nga-nyeu-nyeuri, dan lain-lain.

Secara keseluruhan ngabuburit merupakan singkatan dari “ngalantung ngadagoan burit” yang berarti bersantai-santai menunggu waktu sore. Selain ngabuburit, ada pula kegiatan lain yang dikenal masyarakat Sunda pada saat bulan Ramadhan yakni munggahan. Dalam bahasa Sunda, istilah tersebut berasal dari kata unggah yang artinya naik. Kegiatan ini bermakna naik ke bulan yang suci atau tinggi derajatnya.

Hanya di Umroh.com, Anda akan mendapatkan tabungan umroh hingga jutaan rupiah! Yuk download sekarang juga!

Kata ini kemudian menjadi identik dengan Ramadhan karena ibadah puasa identik dengan menunggu waktu berbuka yaitu pada waktu sore hari. Selain identik dengan bulan Ramadhan, kata Ngabuburit semakin melekat di masyarakat dikarenakan penggunakan istilah Ngabuburit yang sangat intensitas di tayangkan di media televise maupun media cetak dan ditambah lagi sosial media.

Perkembangan Kata Ngabuburit

sejarah ngabuburit

Setiap daerah mempunyai tradisi khusus untuk ngabuburit, pada mulanya, orang-orang mengisi waktu ngabuburit dengan mengaji atau mengikuti kegiatan religius lainnya seperti pesantren kilat. Aktivitas ini biasanya dianjurkan para orang tua untuk anak-anaknya sebagai pengalihan rasa lapar yang biasanya sudah dirasakan anak kecil saat sore hari tiba.

Namun, seiring berjalannya waktu dan mulainya era globalisasi, aktivitas ngabuburit pun mulai bercabang dan tidak lagi terfokus pada kegiatan religius. Tradisi mulai berkembang menjadi beragam aktivitas seperti berbelanja, wisata kuliner untuk disimpan nanti setelah maghrib, bakti sosial, jalan-jalan, sampai nongkrong-nongkrong cantik bareng teman, karena hal tersebut banyak tempat-tempat atau nongkrong wisata yang ramai menjelang maghrib.

webinar umroh.com

Umroh.com merangkum, salah satu kegiatan yang tak lepas dilakukan beberapa orang adalah berburu takjil. Bagi orang yang sudah sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak sempat untuk memasak takjil sendiri, maka beberapa orang lebih suka untuk membeli takjil yang sudah siap santap karena dianggap lebih praktis dan lebih mudah.

Takjil atau yang biasa disebut dengan kudapan adalah salah satu hidangan yang wajib pada saat buka puasa. Takjil biasanya disantap untuk menahan sementara rasa lapar sebelum menyantap jamuan makanan berat. Layaknya aktivitas lainnya, ngabuburit juga punya efek positif dan negatifnya, maupun itu dilihat dari sisi sikap atau pun ajaran agama Islam.

Bila banyak alasan dan pembenaran menunda ke Baitullah, maka ketaatan takkan maksimal. Dan kehadiran Umroh.com akan menyempurnakan ibadah Anda!

[xyz-ihs snippet="Iframe-Package"]

Seperti yang sudah dibahas di atas, kegiatan ngabuburit pasti selalu disangkut pautkan dengan aktivitas religius, salah satu aktivitas religius yaitu beriktikaf di masjid menjelang adzan magrib dengan diisi kegiatan membaca Al- Quran atau mendengar kajian dan membagikan takjil bersama. Tapi semakin kesini, tidak sedikit juga orang-orang yang memanfaatkan waktu ngabuburit untuk melakukan hal-hal negative.

Dalam sejarah ngabuburit, selama ngabuburit orang-orang yang berpuasa tentunya tidak boleh melanggar aturan-aturan yang harus dijalankan pada bulan Ramadhan. Contoh aktivitas ngabuburit yang melanggar aturan bulan puasa adalah berjudi, main adu ayam, ghibah atau kegiatan-kegiatan berdosa lainnya.

Ngabuburit Menurut Ajaran Islam

Menurut ajaran Islam, tradisi ngabuburit sebenarnya boleh-boleh saja asalkan dilandasi dengan itikad dan perbuatan yang baik dan tidak melanggar aturan agama Islam. Hukumnya jawaz atau boleh. Menurut hadits Nabi, waktu luang adalah salah satu kenikmatan yang bisa mencelakakan. Itulah mengapa waktu ngabuburit bisa bermanfaat dan juga bisa menjadi sumber dosa dan kesi-siaan bagi yang menjalankan puasa. Dalam surat Al Ashar disebutkan bahwa :

وَالْعَصْرِ ﴿العصر:١
إِنَّ الْإِنسٰنَ لَفِى خُسْرٍ ﴿العصر:٢
إِلَّا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِالصَّبْرِ ﴿العصر:٣

Artinya :

“Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar – benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran”.

Maka dari itu, alangkah baiknya bila waktu ngabuburit kamu diluangkan dengan kegiatan yang berfaedah seperti bakti sosial, membantu membagi takjil untuk orang-orang tidak mampu, atau mengaji sesuai dengan sejarah ngabuburit itu sendiri.

Punya rencana untuk berangkat umroh bersama keluarga? Yuk wujudkan rencana Anda cuma di umroh.com!

Di dalam hadists dikatakan bahwa :

“Betapa banyak orang puasa, bagian dari puasanya (hanya) lapar dan dahaga”. (HR. Ahmad)