Ibadah haji dan umroh pada hakekatnya adalah napak tilas perjalanan keluarga Nabi Ibrahim a.s. dalam meraih ridho Allah SWT. Melalui ibadah haji kita bisa merasakan bagaimana perjuangan Nabi Ibrahim a.s. bersama istrinya yaitu Siti Hajar dan juga anak tercintanya, Nabi Ismail a.s.. Sebagian besar umat muslim pasti tahu, salah satu rukun haji dan umroh yakni sa’i atau lari-lari kecil antara bukit Shofa dan bukit Marwah merupakan rekonstruksi perjuangan Siti Hajar mencari sumber air yang kini dikenal dengan air zam-zam.
Muslimah wajib tahu dan mencontoh keteladanan dari Siti Hajar. Siti Hajar merupakan istri dari Nabi Ibrahim dan dari pasangan ini lahirlah Nabi Ismail, anak yang juga patut diteladani akhlak dan budi pekertinya. Sebagai salah satu wanita yang namanya juga diabadikan dalam Al Qur’an, Siti Hajar memiliki keutamaan-keutamaan yang bisa dijadikan teladan generasi Muslimah milenial.
Tegar dan Taat kepada Suami
Siti Hajar adalah sosok istri yang sangat taat kepada suami, selama sang suami taat kepada Allah SWT. Hal ini dapat dilihat ketika Nabi Ibrahim a.s harus meninggalkan Siti Hajar dan juga Ismail yang kala itu masih bayi di padang tandus yang tidak berpenghuni. Ketika Siti Hajar mengetahui bahwa itu adalah perintah dari Allah SWT, ia pun taat kepada suami, ikhlas dan ridha membiarkan suaminya itu pergi, dan tegar menjalani kehidupan berdua hanya dengan sang anak.
Sangat cinta dan taat kepada Allah SWT
Ketika Siti Hajar dan Ismail harus ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim di padang tandus tersebut, pastilah rasa sedih menghampirinya. Namun ketika Siti Hajar tahu bahwa itu semua adalah perintah Allah SWT, kuatnya keimanan yang dimiliki Siti Hajar kepada Allah membuat ia teguh dan yakin bahwa Allah SWT tidak akan pernah menelantarkannya. Begitupun ketika Ismail, anak yang sangat ia cintai harus “dikorbankan” (disembelih) atas perintah Allah SWT, Siti Hajar pun dengan ikhlas dan ridho mengikuti perintah Allah SWT tersebut. Ia yakin bahwa Allah SWT akan memberikan yang terbaik bagi hambaNya.
Tangguh dan Gigih
Siti Hajar hanya memiliki bekal seadanya ketika ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim di padang tandus tak berpenghuni tersebut. Bekal tersebut lama kelamaan habis dan tidak ada satu orangpun yang dapat dimintai pertolongan. Sementara ia dan sang anak, Ismail membutuhkan bekal untuk bertahan hidup. Siti Hajar dengan gigih pergi mendaki bukit Shafa lalu ke bukit Marwah guna mendapatkan sumber air. Terus menerus ia berlari lari kecil seperti itu sebanyak tujuh kali. Hingga akhirnya datanglah pertolongan Allah SWT dengan memunculkan air dari bawah kaki Ismail kecil yang sedang menangis karena kehausan. Peristiwa tersebut hingga kini diabadikan dalam rangkaian umrah atau haji yaitu Sa’i.
Itulah beberapa keteladanan yang bisa muslimah milenial ambil dari Siti Hajar. Kita harus selalu menjadikan kekuatan iman sebagai dasar kehidupan. Sang Khalik harus kita jadikan yang pertama dalam hati kita dan rasa cinta kita kepada Allah SWT harus kita dahulukan dari pada apapun. Semoga kita bisa menjadi sosok yang shalih, kuat, dan tangguh seperti Siti Hajar. Insya Allah hidup kita akan indah. Amiin..