Saat menjabat sebagai khalifah, Umar bin Khattab dikenal sebagai pemimpin yang sederhana. Dikisahkan oleh Prof. Dr. Hamka, kaum muslimin kala itu mengetahui bahwa pakaian yang melekat di badannya itu sangat murah dan jauh dari kesan mewah.
Soal makanan sehari-hari pun demikian. Ia tidak suka berlebih-lebihan saat makan. Bahkan orang-orang menyebut bahwa kehidupan Umar tidak jauh berbeda dengan orang fakir, yang hanya mendapat sesuap pagi – sesuap petang.
Tidak Tertarik Hidup Mewah
Sederhananya Umar bin Khattab juga tampak dari sikapnya yang tidak tertarik hidup mewah dan bermegah-megahan. Ia juga tidak tertarik berlomba-lomba berebut harta dengan orang lain. Bagi Umar bin Khattab, harta adalah sesuatu yang telah merusak akal budi orang yang mengejarnya.
Gaya hidup sederhana juga membuat Umar tidak membiarkan keluarganya menginginkan barang orang lain yang bukan haknya. Kaum Muslimin yang melihat kesederhanaan Umar bin Khattab jadi semakin mencintainya.
Berhati-Hati Terhadap Harta Kaum Muslimin
Umar juga sangat berhati-hati menggunakan harta dari Baitul Mal, walaupun ia adalah pemimpin kaum Muslimin saat itu. Pernah suatu hari, Umar naik ke atas mimbar untuk berbicara di hadapan kaum Muslimin. Namun, tiba-tiba Umar merasa sakit.
Orang-orang yang melihatnya pun berkata bahwa obatnya adalah madu. Mereka mengatakan bahwa di Baitul Mal ada tersimpan madu. Walaupun sedang sakit, Umar tetap meminta ijin terhadap kaum Muslimin. Ia berkata, “Kalau Tuan-Tuan ijinkan, aku akan mengambilnya. Tetapi kalau tidak, haramlah atas saya mengambilnya”.
Memperlakukan Orang Lain dengan Setara
Kesederhanaan Umar juga tampak dari caranya memperlakukan setiap orang. Ibnu Abbas pernah bercerita, bahwa ketika Umar pergi haji, Shafwan ibnu Umayah membuatkannya makanan. Untuk menghidangkannya, dikeluarkan sebuah talam besar yang diangkat oleh 4 orang pelayan. Saat itu, memang ada banyak orang yang sedang dijamu. Orang-orang itu segera makan. Sementara para pelayan masih berdiri.
Melihatnya, Umar bertanya kepada orang-orang yang ada di sana, “Mengapa aku melihat khadam-khadam (pelayan-pelayan) Tuan tidak ikut makan? Apakah Tuan-Tuan benci kepada mereka?”.
Sufyan ibnu Abdullah kemudian menjawab, “Tidak, demi Allah, Wahai Amirul Mu’minin. Namun kami mengakhirkan makan untuk menunjukkan kelebihan kita”.
Mendengar jawaban itu, Umar kemudian marah. Ia berkata, “Tiap-tiap kaum yang merendahkan khadam-nya tentu akan direndahkan Allah pula”. Umar kemudian mengajak para pelayan itu untuk menyantap hidangan bersama-sama. “Ayo, khadam-khadam, mari makan bersama”. Pelayan-pelayan itu kemudian ikut menikmati hidangan, bahkan hingga tidak ada makanan yang bisa dimakan Amirul Mu’minin.
Tegas Mendidik Rakyatnya
Lewat kekuasaan yang dimiliki, Umar bin Khattab juga mengajarkan kepada rakyatnya agar selalu berbagi dan memperhatikan orang yang kesulitan. Pernah suatu ketika, ada seorang laki-laki datang ke sebuah dusun yang ada air dan memintanya, karena ia sangat haus. Namun, orang dusun itu tidak mau memberinya air. Laki-laki itu kemudian meninggal.
Berita mengenai lelaki yang meninggal karena tidak diberi air saat kehausan membuat Umar marah. Bukan hanya satu dua orang yang terkena imbasnya. Umar memberikan hukuman kepada seluruh penghuni dusun. Mereka dikenakan denda oleh Amirul Mu’minin.
Selalu Berusaha Rendah Hati
Walaupun merupakan pemimpin tertinggi umat muslim kala itu, Umar bin Khattab selalu berusaha rendah hati. Suatu hari, para Sahabat melihat Umar sedang memikul tempat air. Melihat itu, para Sahabat berkata, “Wahai, Amirul Mu’minin, mengapa Tuan sendiri yang memikul air ini?”. Umar kemudian menjawab, “Aku merasa bahwa diriku telah merasa takabur, lalu kupikul air ini untuk menundukkannya”.