1
News

Terancam Tidak Ada Penerus. Ini Kisah Penenun Kain Maroko Terakhir

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr
Advertisements
webinar umroh.com

Berjalan-jalan ke Maroko, kita akan melihat banyak pedagang souvenir yang memajang kain warna-warni. Kain itu memiliki corak dan warna yang cantik. Kebanyakan kain khas Maroko ini dihiasi motif geometris yang artistik. Banyak wisatawan yang menjadikannya oleh-oleh saat berkunjung ke Maroko. Bukan hanya itu, banyak juga desainer dunia yang datang ke Maroko hanya untuk mencari kain untuk membuat karyanya.

Hanya Tinggal Seorang

Dilansir dari Al Jazirah Inggris, penenun kain tradisional Maroko kini hanya tinggal seorang. Abdelkader Ouazzani merupakan penenun brokat Maroko terakhir. Pria berusia 79 tahun ini menenun kainnya dalam sebuah toko kecil. Tokonya itu terletak di tengah kota tua Fez, Maroko. Fez adalah salah satu wilayah di Maroko yang banyak didatangi oleh wisatawan.

Membutuhkan Keahlian untuk Membuatnya

Butuh keterampilan tinggi dalam membuat kain khas Maroko ini. Benang-benang harus diolah dengan lembut dan hati-hati. Untuk menghasilkan kain tenun Maroko berkualitas tinggi, dibutuhkan usaha yang sangat banyak.

Abdelkader sendiri membuat beberapa desain untuk kain yang dibuatnya. Semua model motif yang dibuatnya dihitung secara presisi menggunakan rumus matematika. Menurut Abdelkader, itu adalah cara yang benar untuk membuat kain tradisional Maroko itu.

Kesulitan Mencari Pengganti

Keahlian menenun kain dipelajari Abdelkader sejak 63 tahun yang lalu. Di usianya yang renta, Abdelkader ingin ada yang ingin menggantikannya melanjutkan membuat kain tradisional Maroko. Akan tetapi, hingga saat ini, ia masih kesulitan menemukan orang yang bersedia.

webinar umroh.com

Dikisahkan olehnya, ada beberapa orang yang datang ke tokonya untuk belajar. Mereka ada yang menetap selama dua-tiga bulan, hingga 1-2 tahun, namun semuanya memutuskan untuk pergi karena merasa kesulitan.

Bersaing dengan Kain Buatan Pabrik yang Lebih Murah

Kain khas Maroko yang ditenun secara tradisional oleh Abdelkader kini juga harus menghadapi persaingan. Kain yang ia buat secara manual harus bersaing dengan kain yang dibuat dengan mesin. Kehadiran kain yang ditenun dengan mesin tentu saja sangat mempengaruhi pasar.

Ada banyak kain tradisional yang harganya lebih murah. Akhirnya pedagang dan produsen souvenir lebih memilih kain yang murah untuk dijual kepada wisatawan.

Kain Tenun Tradisional Maroko Terancam

Kini, Abdelkader bekerja untuk seseorang yang memesan kerajinannya secara khusus. Ia menyebut pelanggannya itu dengan sebutan “Elitnya Elit”. Akan tetapi, tetap saja ia merasa kerajinan kain tradisional yang dibuatnya sedang dalam kondisi terancam.

Ia merasa kain tenun tradisional Maroko ini tidak memiliki masa depan karena tidak ada yang mau mempelajarinya. “Tidak ada yang mau menganggap ini adalah hal yang penting”, tuturnya kepada Al Jazeera Inggris.

Tommy Maulana

Alumni BUMN perbankan yang tertarik berkolaboraksi dalam bidang SEO, Umroh, Marketing Communication, Public Relations, dan Manajemen Bisnis Ritel.