1
Muslim Lifestyle

Tertangkap Korupsi, tapi Sambil Tersenyum dan Tertawa? Kenapa Ya?

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr
Advertisements
webinar umroh.com

Akhir-akhir ini aktivitas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap para koruptor baik secara Operasi Tangkap Tangan (OTT) atau tertangkap secara proses administratif. Kinerja yang sangat istimewa ditunjukkan oleh KPK. Tetapi pernahkah kita lihat tersangka korupsi malah berekspresi santai, senyum senyum dan tertawa saat tertangkap atau setelah dakwaan jatuh dari hakim? mengapa bisa seperti itu?

Bisa jadi hal itu disebabkan oleh adanya barang haram dalam tubuh seseorang. Dalam Islam, mengonsumsi yang halal adalah wajib. Masuknya barang haram dalam diri manusia tak hanya membuat ia dosa tapi juga berdampak lanjutan kepada keruhnya batin dan kerasnya hati.

Syaikh Abu Ishaq Ibrahim al-Matbuli dalam kitab Syaikh Abdul Wahab asy-Sya’rani yang berjudul al-Minahussaniyyah pernah berwasiat : “Hindarilah olehmu makanan yang haram. Sebab makanan yang haram mengeraskan hati, menggelapkannya, dan menghalanginya dalam bermakrifah kepada Allah, serta merusakkan pakaian (akhlak luhur)”

Dengan demikian, ada konsekuensi nyata dari apa seseorang makan terhadap kondisi hatinya: semakin mendekat kepada Allah atau justru menjauh dari-Nya. Makanan tidak semata membawa akibat pada kesehatan jasmani kita tapi juga suasana rohani kita karena di dalamnya terdapat peraturan Allah yang mesti ditaati, yakni keharusan kita memakan barang yang halal.
Dalam fiqih keharaman barang dipengaruhi oleh setidaknya dua hal. Pertama, haram secara substansial (li dzatihi). Barang tersebut diharamkan oleh syariat bisa karena membawa mudarat bagi tubuh, memabukkan, merusak akal, najis, menjijikkan, atau disebut oleh nash Al-Qur’an atau hadits. Contoh dari barang haram model ini antara lain arak, narkoba, kotoran, bangkai, daging babi, dan lain sebagainya. Dalam keadaan tidak terpaksa, makanan-makanan jenis ini secara substansial haram.
Kedua, haram karena faktor luar (li ghairihi). Bisa jadi barang-barang yang kita makan secara substansial halal dimakan namun karena proses mendapatkannya tidak dibenarkan syariat makanan itu berubah status menjadi haram. Karena itu, Islam tidak hanya menganjurkan pemeluknya untuk mencari makanan halal (secara substansial) tapi juga menggunakan cara-cara yang halal. Seperti harta hasil korupsi atau maling, gaji melakukan kejahatan, suap, penghasilan hasil menipu, serta judi atau taruhan.
Luqman al-Hakim pernah memberikan nasihat kepada anaknya: “Wahai anakku, jangan kamu makan barang haram dan mengisi perut terlalu kenyang. Sebab pikiran akan tertidur (beku). Kalau oikiran beku (tidak kreatif) maka ilmu pengetahuan pun akan pergi, dan dirimu akan merasa berat melakukan ibadah kepada Allah”
Syekh Wahab asy-Sya’rani menjelaskan lebih lanjut dalam kitab al-Minahus Saniyyah bahwa ada tujuh akibat yang datang apabila seorang mengisi perut terlalu kenyang (apalagi dengan barang haram dan syubhat). Yakni, hati menjadi keras, merusak kecerdasan dan kreativitas akal pikiran, menghilangkan hafalan, memberatkan badan untuk beribadah kepada Allah, malas belajar, memperkuat syahwat, dan membantu perangkap setan.
Itulah dampak-dampak rohani yang bakal dialami di dunia bagi siapa saja yang sengaja memasukkan barang haram di dalam tubuhnya. Dampak lebih ekstrem tentu akan diterima kelak di kehidupan akhirat. Surga enggan menerima orang-orang yang tubuhnya terdapat barang haram. Rasulullah SAW bersabda: “Setiap daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram maka neraka lebih utama baginya.” (HR. Ahmad)

Setiap umat Islam tidak hanya wajib menjaga dari sesuatu yang haram bukan sematan kepada dirinya sendiri tapi juga keluarganya. Apalagi bagi seorang kepala keluarga, ikhtiarnya mencari nafkah mesti disertai perimbangan masak-masak bahwa segala aktivitas kita untuk memeroleh rezeki berasal dari cara dan sumber yang halal.

Kadang kita jumpai, seorang pedagang, sales, atau sejenisnya rela mengelabui klien hanya demi mengeruk keuntungan bagi dirinya sendiri, tanpa memikirkan kerugian bagi orang lain. Atau sebagian pejabat pemerintahan yang gemar mencari pungutan liar di luar pendapatan resmi. Cara-cara seperti ini, meski kadang terasa “lumrah” di masyarakat kita, setatusnya tetap terlarang. Dan penghasilan yang didapatkan dengan cara demikian cepat atau lambat akan berbuah pada mudarat bagi diri kita, anak-anak kita, keluarga kita, atau siapa saja yang nafkahnya menjadi tanggung jawab kita. Mudarat tersebut bisa jadi tak tampak secara jasmani, tapi akan sangat terasa di level rohani.

Kenapa mudarat jasmani bisa jadi tidak terlalu tampak? Mungkin karena dengan barang atau cara haram tersebut, seseorang terlihat makin kaya dan sehat. Tapi, apakah kesejahteraan itu membuatnya rendah hati, tenang secara batiniah, dan kian mendekat dengan Allah ? Kita mesti catat, sesuatu yang didapat dari melanggar perintah Allah, amat sulit membawa dampak pada ketaatan kepada Allah.

Semoga kita semua, termasuk anak, cucu, istri, dan keluaraga kita, terjaga dari barang-barang haram. Sehingga, kita semua semakin diberi kelapangan dalam mencari jalan kedekatan kepada Allahﷻ, tenang dalam menjalani kehidupan sehari-hari, serta bahagia baik di dunia maupun di akhirat kelak. Amin…

webinar umroh.com