1
Motivasi News

Ujian Adalah Tanda Cinta (Part 1)

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr
Advertisements
webinar umroh.com

Apa yang membuktikan kebenaran iman seseorang? Jawabannya adalah ujian. Ujian diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya untuk membuktikan kebenaran imannya. Tanpa ujian yang dialami seseorang, keimanan orang itu pun belum bisa terbukti. Itulah mengapa, Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an:

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوْا أَنْ يَقُوْلُوْا آمَنَّا وَهُمْ لاَ يُفْتَنُوْنَ؟

“Apakah manusia bisa mengira dirinya dibiarkan begitu saja mengatakan, “Kami telah beriman.” Sementara mereka tidak diuji?” [QS. Al-Ankabut: 2]

Maka, tak ada seorang pun, baik manusia biasa maupun utusan Allah, yang menyatakan beriman, kecuali pasti melalui ujian. Ujian yang membuktikan kebenaran imannya. Ujian yang mengangkat derajatnya. Ujian yang membuktikan cinta-Nya kepada kekasih-Nya.

Bukan hanya sahabat yang ditempa ujian, bahkan Nabi pun demikian. Harta, raga dan jiwa pun telah mereka pertaruhkan. Bukan hanya kaum prianya, tetapi wanitanya pun mengambil bagian. Sumayyah harus meregang nyawa, dan menjadi syahidah pertama dalam Islam. Saat menghadapi penyiksaan, Nabi saw. pun sampaikan, “Bersabarlah wahai keluarga Yasir, sesungguhnya janji [yang Allah berikan kepada] kalian adalah surga.” Wanita paruh baya itu pun dengan mantap menjawabnya, “Sungguh, surga itu sudah tampak di depan mataku, ya Rasulullah.”

Khadijah ra, yang kaya raya itu pun telah memberikan seluruh hartanya, jiwa dan raganya untuk Allah dan Rasul-Nya. Dengan sabar menemani, melayani dan memberi semangat kepada suami tercintanya. Berbagai ujian keimanan saat di Makkah dilaluinya bersama sang suami dengan sabar. Saat usianya sudah lebih dari 50 tahun, beliau dengan sabar mendaki Jabal Nur tuk menemani suaminya yang tengah berkhalwat di sana. Beliau menemani selama 3 tahun suaminya diboikot bersama Bani Hasyim dan Abdul Muthallib di Syi’b Abu Thalib, di Makkah.

Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, ‘Abdurrahman, Suhaib dan para sahabat yang lain telah membuktikan keimanan mereka. Ujian demi ujian mereka lalui dengan ikhlas. Mereka tidak pernah mengeluh, karena bagi mereka keluhan saat diuji itu tanda tak rela dengan keputusan Allah SWT, “Fashbir li hukmi Rabbika.” [Bersabarlah kamu dengan keputusan Tuhanmu] [QS. Al-Insan: 24].

Ujian itu pun mereka sadari sebagai pembuktian iman mereka kepada-Nya. Bahkan, ujian itu telah mengangkat derajat mereka, serta bukti cinta Allah kepada kekasih-Nya. Nabi bersabda:

webinar umroh.com

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ

“Sesungguhnya pahala yang besar itu menjadi balasan bagi ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Siapa saja yang ridha, maka dia akan mendapatkan ridha Allah. Siapa yang tidak ridha, maka dia pun berhak mendapatkan murka-Nya.” [HR. Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, No. 4031. Dinyatakan Hasan oleh Al-Albani].

Betapa berat ujian yang dialami Sumayyah ra., tetapi dia tetap bersabar. Betapa berat ujian yang dihadapi oleh Khadijah ra. bersama keluarganya, tetapi dia tetap bersabar. Ujian yang sama juga dialami oleh para sahabat yang lain, dan mereka pun tetap bersabar. Ketika mereka lolos dari ujian ini, Allah SWT memberi imbalan yang luar biasa.

Sumayyah mendapatkan surga, “Inna mau’idakum al-jannah.” [Sesungguhnya janji [yang Allah berikan kepada] kalian adalah surga]. Khadijah mendapat salam dari Allah dan Jibril, dan dibangunkan rumah di surga untuknya, “Baligh salami-Llahi wa salami, qad bana-Llahu laha baitan fi al-jannah.” [Sampaikanlah salam Allah dan salamku. Sungguh Allah telah membangun untuknya rumah di surga]. Abu Bakar pun demikian. Begitulah balasan yang diberikan, setelah mereka lolos dari ujian yang Allah SWT tetapkan.

Maka, ketika kita diuji oleh Allah, yang dibutuhkan hanya ridha dengan keputusan-Nya, dan bersabar. Itulah sikap orang Mukmin, yang disebut oleh Nabi saw. sebagai kebaikan.

“Sungguh luar biasa orang Mukmin itu. Jika dia diberi kebaikan, dia bersyukur. Jika dia ditimpa keburukan, dia bersabar.” [HR. Muslim].

Kita pun harus tetap husnudhan [berbaik sangka] kepada Allah SWT. Karena persangkaan kita itulah yang juga akan menjadi “persangkaan” Allah kepada kita.

“Aku mengikuti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku.” [HR. Bukhari-Muslim].