Sejak revolusi Islam di Iran pada tahun 1979, gerak wanita di muka umum semakin terbatas. Seiring waktu berjalan, wanita di Iran menunjukkan keberatannya jika pemerintah juga mengatur cara berpakaian, yang dianggap sebagai wilayah pribadi. Belakangan, semakin marak protes yang dilakukan oleh wanita Iran penentang aturan berbusana di sana.
Aksi Lepas Hijab di Iran
Umroh.com merangkum, pada tahun 2017, seorang wanita bernama Viva Mohaved ditangkap karena aksi melepas hijab. Aksi serupa juga dilakukan Narges Hosseini di tahun 2018. Kemudian diikuti aksi solidaritas dari mereka yang memprotes penangkapan kedua wanita itu. Mereka memenuhi jalanan Teheran, atau berfoto tanpa hijab dan mengunggahnya di media sosial dengan tagar “Gadis Jalan Enghelab”. Enghelab adalah jalan lokasi Mohaved beraksi sebelumnya.
Baca juga: Mengenal Lubna, Sosok Wanita Muslim dari Spanyol
Pusat Studi Strategis Iran memaparkan data, sebanyak 34 persen warga Iran di tahun 2006 meyakini bahwa pemerintah tidak seharusnya mengatur apa yang dikenakan perempuan. Selanjutnya di tahun 2014, penolakan ini meningkat dan mencapai 49%.
Gaya Berpakaian Awal 1900-an
Kewajiban mengenakan hijab bagi mereka memang memiliki sejarah panjang. Di awal tahun 1900-an pada masa pemerintahan Reza Shah Pahlevi, mereka identik dengan jilbab putih. Wajah tanpa riasan juga menjadi standar kecantikan wanita Iran.
Saat itu, wanita yang tidak memakai hijab dianggap sebagai orang kampungan, miskin, dan tidak memiliki tempat tinggal tetap.
Tahun 1920, Mulai Dilarang Berhijab
Sampai akhirnya di tahun 1920-an (masih di masa pemerintahan Reza Shah Pahlevi), mereka dilarang menggunakan jilbab atau cadar. Mereka wajib memakai seragam, jas, dan topi layaknya orang Eropa. Larangan itu berlaku di semua provinsi dengan tujuan memajukan Iran. Pahlevi percaya bahwa Iran akan mengalami kemajuan ekonomi dan sosial, serta mencapai kehidupan modern jika para wanitanya tidak dibatasi dengan hijab.
Walaupun tidak semua wanita menyambut baik keputusan itu, namun mulai banyak wanita Iran yang berani berekspresi. Ratu Farah Pahlevi pun mulai muncul dengan dandanan ala Eropa, memakai gaun desainer Paris dan rambut disanggul ke atas. Kala itu, Ratu Farah menjadi standar kecantikan bagi para wanita Iran.
Di tahun 1970, wanita Iran mulai memiliki gaya busana seperti selebriti Hollywood. Mereka berpakaian modis serta mengenakan riasan wajah dan rambut yang gemerlap. Tak jarang, media atau majalah di sana menampilkan sosok wanita berpakaian terbuka dan warna cerah.
Tidak hanya soal busana, wanita Iran mulai ikut memainkan peran penting di pemerintahan. Farrokhroo Parsa menjadi wanita Iran pertama yang masuk ke dalam kabinet dan menjadi Menteri Pendidikan. Wanita Iran juga mulai memiliki kesamaan hak dalam persoalan pernikahan dan perceraian.
Kondisi menjadi berbalik, jika dibandingkan pada masa awal tahun 1900-an. Jika sebelumnya wanita tidak berhijab dianggap sebagai kalangan rendah, saat itu wanita yang berbusana ala barat mulai memiliki kesan sebagai wanita modern dan berpendidikan. Sementara wanita berhijab dianggap sebagai kalangan menengah ke bawah. Walaupun masih ada wanita Iran yang memakai hijabnya dengan bangga.
Harga pas di kantong, yuk pilih paket umroh Anda di sini!
[xyz-ihs snippet="Iframe-Package"]
Rakyat Mulai Melawan
Larangan berhijab dari Rezim Pahlevi kemudian mendapat kecaman dari para ulama. Tetapi langkah mereka dihentikan dan ulama yang menentang pemerintah dibuang ke pengasingan.
Akibatnya, terjadi pergolakan di masyarakat yang akhirnya memicu Revolusi Iran. Masyarakat Iran mulai bereaksi terhadap pemerintah yang dianggap diktator dan terlalu berkiblat kepada dunia Barat. Rezim Pahlevi juga dianggap banyak membuat kebijakan yang memojokkan posisi ulama di Iran.
Revolusi Iran, Wanita Diwajibkan Menutup Aurat
Para ulama kemudian mulai menghimpun kekuatan rakyat, dan terjadilah pengambilalihan kekuasaan pada Februari 1979. Pemerintahan mulai dipegang oleh Khomenei yang selanjutnya membawa banyak perubahan pada sistem pemerintahan Iran.
Salah satu yang diubah adalah aturan berbusana untuk wanita. Mulai tahun 1979, wanita Iran wajib menutup sebagian besar tubuhnya, kecuali wajah dan tangan. Mulai banyak yang mengenakan chador, atau kain lebar yang digunakan untuk menutup kepala hingga kaki. Kebijakan ini jelas berbanding terbalik dengan pemerintahan sebelumnya.
Wanita-wanita tidak berhijab mulai dianggap sebagai orang telanjang, sampai akhirnya parlemen Iran menetapkan hukuman cambuk bagi mereka yang tampil tanpa hijab. Peraturan tersebut akhirnya membuat banyak wanita memutuskan untuk meninggalkan Iran. Mereka tidak tahan dengan pemerintahan yang dianggap otoriter.
Perlawanan di Abad 21
Di abad 21, kondisi Iran kembali memanas. Tahun 2009, saat pemilihan presiden, menjadi momentum bangkitnya perlawanan rakyat terhadap rezim yang otoriter. Perlawanan rakyat terhadap pilpres 2009 menghasilkan Revolusi Hijau yang menjadikan Hassan Rouhani sebagai presiden menggantikan Ahmadinejad.
Baca juga: Inilah Sederet Nama Wanita yang Berpolitik di Zaman Nabi
Hassan Rouhani merupakan politisi dari kelompok konservatif juga. Namun ia menampilkan pemerintahan yang lebih moderat. Akhirnya, timbul perubahan gaya hidup pada anak-anak muda Iran. Para wanita mulai berani menunjukkan sikap pembangkangan dengan mengenakan kerudung yang masih memperlihatkan sebagian rambut. Aturan tentang cara berbusana wanita memang masih ada, namun sekarang masyarakat Iran mulai berani melanggarnya. Kini kita bisa melihat mereka masih mengenakan kerudung, tetapi rambut mereka dibiarkan tampak.