Muslim Uighur sering diperlakukan tidak adil oleh pemerintah Cinta. Seorang wanita muslim Uighur pernah mengisahkan siksaan dan pelecehan yang ia terima di salah satu kamp tahanan milik pemerintah. Kamp tahanan dimaksud terletak di Xinjiang, Cina. Di sana bermukim ratusan ribu warga muslim Uighur dengan status tahanan pemerintah.
Umroh.com merangkum, mereka dipaksa untuk bersumpah setia pada Presiden, ditahan tanpa batas waktu yang jelas, serta diperlakukan layaknya sumber penyakit. Pemerintah Cina juga memaksa mereka menyerukan slogan partai Komunis, serta mengawasi gerak-gerik mereka secara ketat. Selama masa penahanan, tak jarang dari mereka mengalami penyiksaan hingga kematian. Apakah semua muslim di Cina mengalami perlakuan serupa?
Baca juga: Inilah Kisah Dokter Muslim yang Patut Diteladani
Xinjiang, Tempat Bermukim Muslim Uighur
Xinjiang merupakan provinsi di Cina yang berbatasan langsung dengan Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Pakistan, dan Afghanistan. Karena itu Xinjiang memiliki budaya, agama, dan bahasa yang berbeda jauh dengan sebagian besar wilayah Cina.
Di Xinjiang, bermukim lebih dari 50 etnis minoritas. Mereka berasal dari Cina, maupun Asia Tengah. Salah satu etnis yang tinggal di Xinjiang adalah Uighur. Orang-orang Uighur diketahui merupakan keturunan bangsa Turk.
Mau tabungan umroh? Yuk dapatkan secara cuma-cuma, cukup dengan download aplikasinya di sini!
Wilayah Xinjiang pernah mengalami perselisihan dengan Beijing. Hubungan kedua wilayah ini pasang surut selama berabad-abad. Sampai akhirnya Partai Komunis Cina memenangkan perang sipil di tahun 1949. Beijing pun resmi memasukkan Xinjiang sebagai wilayahnya. Wilayah Xinjiang diberi status sebagai wilayah otonom yang bernama Daerah Otonomi Uighur Xinjiang.
Xinjiang memang memiliki cadangan minyak dan mineral yang banyak. Tak lama setelah pemberian status otonom, pemerintah Cina meluncurkan berbagai proyek pembangunan di Xinjiang. Banyak lahan permukiman dan pertanian mulai digarap.
Di tahun 1990-an, berlaku zona ekonomi khusus di Xinjiang. Beijing memberikan subsidi pada petani kapas lokal, serta merombak sistem perpajakan. Selain itu, proyek-proyek infrastruktur juga diberi kucuran modal. Banyaknya proyek pembangunan di Xinjiang membuat banyak pekerja datang ke Xinjiang, khususnya suku Han yang merupakan suku terbesar di Cina. Kedatangan mereka menimbulkan gesekan di Xinjiang, sehingga warga Uighur mulai mendapat perlakuan diskriminatif.
Gesekan semakin parah dengan adanya larangan beribadah puasa bagi masyarakat Uighur. Para wanita dilarang memakai cadar. Sampai-sampai dibuat kebijakan guna meruntuhkan bangunan tua di Kashgar.
Konflik semakin meruncing. Ratusan orang tewas, ribuan terluka, dan ratusan lainnya ditahan. Situasi semakin buruk dengan munculnya kelompok separatis East Turkestan Islamic Movement (ETIM). Kelompok ini diduga memiliki hubungan dengan Al Qaeda, sehingga pemerintah Cina ikut memerangi. Sayangnya, masyarakat Uighur terkena imbas. Kegiatan keagamaan mereka diasosiasikan dengan kegiatan terorisme. Hasilnya, semakin banyak ulama dibungkam.
Berbeda Kondisi dengan Etnis Hui
Selain muslim Uighur, di Cina juga ada komunitas muslim dari Etnis Hui. Berbeda dengan muslim Uighur, muslim Hui terbilang hidup tenang. Mereka bebas beribadah tanpa harus takut ditangkap atau mendapat tuduhan teroris. Muslim Hui juga bebas mendirikan masjid, bahkan jumlahnya cenderung meningkat.
Muslim Hui mendapat kesempatan untuk beribadah haji, serta menjalankan bisnis makanan halal. Bahkan pemerintah Cina tak keberatan jika warga muslim Hui menerapkan hukum syariah.
Sikap bertolak belakang ini berkaitan dengan faktor asimilasi yang terjadi di wilayah muslim Hui. Nenek moyang muslim Hui adalah orang Persia yang masuk ke Cina melalui Jalur Sutra. Mereka datang untuk berdagang, serta menyebarkan Islam.
Keberadaan mereka melebur dengan masyarakat lokal. Bahkan ada yang berkeluarga dan memiliki keturunan dengan etnis Han. Inilah yang membuat warga muslim Hui sangat dekat dengan Cina, bahkan memiliki hubungan istimewa. Terjadi asimilasi budaya. Lihat saja bangunan masjid mereka yang memiliki arsitektur Cina dan Islam.
Perbedaan sikap kepada Muslim Hui dan Muslim Uighur terjadi karena masalah wilayah. Muslim Hui bisa dibilang hampir tidak pernah menentang pemerintah Cina mengenai masalah teritori. Sementara muslim Uighur menunjukkan keinginan untuk memerdekakan Xinjiang.
Lengkaplah stigma buruk terhadap muslim Uighur. Mereka berasal dari ras berbeda, tidak bisa menyatu dengan masyarakat Cina, serta ingin berpisah dari Cina. Diskriminasi ini akhirnya membuat muslim Uighur juga memusuhi muslim Hui dan etnis Han.
Kisah Melegenda dari Muslim Uighur
Terlepas dari konflik yang ada, ternyata ada tokoh legenda Cina yang berasal dari muslim Uighur. Penonton film ‘Once Upon A Time in China’ pasti mengetahui karakter Wong Fei Hung. Seorang ahli pengobatan sekaligus ahli beladiri Kung Fu. Dia bukanlah tokoh rekaan. Dan dia seorang muslim. Namun kenyataan ini sengaja disembunyikan oleh pemerintah Cina.
Tak banyak orang tahu bahwa Wong Fei Hung juga dikenal sebagai seorang ulama. Memiliki nama asli Faisal Hussein Wong, dia adalah anak seorang ulama sekaligus tabib dan ahli kung fu di Tiongkok. Ayahnya bernama Wong Kay Ying. Pamor Wong Kay Ying sangat kuat karena ia beserta keluarganya gemar membantu masyarakat lemah dan tertindas. Inilah yang membuat masyarakat sangat menghormati keluarga Wong.
Baca juga: Mengenal Lubna, Sosok Wanita Muslim dari Spanyol
Sayangnya, identitas Wong Fei Hung sengaja ditutupi. Disinyalir alasannya adalah kebutuhan pemerintah Cina untuk menjaga supremasi kekuasaan.